Kamis, 24 Maret 2011

Leonard With No "O" (4)

Bapak Diplomat

“Bukankah nama belakangnya sama dengan nama gadis yang waktu itu? Apa hubungan dosen ini dengan gadis itu? Orangtuanya kah?” Tanya Leon dalam hati, masih bingung dengan kesimpulannya sendiri.

“Lasmi, how about you?” suara Mr. Salman (selanjutnya kita sebut Mr.Salman) membuyarkan lamunan Leon.

“Yes, sir. Hmm,,, I like…”

Leon reflek memutar kepalanya ke seluruh penjuru kelas, mencari sumber suara. Dan, “Oh My God! Beautiful!” Batin Leon. Seorang gadis manis India berdiri di baris ke-5 pojok sebelah kanan. 3 menit, Leon tak sadar terus memperhatikan Lasmi, lantas tersenyum sumringah, salah tingkah. Senyum Leon semakin lebar saat tak disangka-sangka, Lasmi membalas senyum itu. (Prikitiew,,, Indonesia Mode On ^_^V)

***

Senyum Leon bertahan sampai ia pulang ke rumah sore harinya. Seperti biasa, Mummy dan Duddy belum pulang. Maka, Ajeossi Soon lah satu-satunya orang yang tepat menampung segala galau hatinya saat ini.

“Ajeossi, mmm,,, Siapa cinta pertama Ajeossi? Bagaimana rasanya ketika pertama kali mengalaminya?” Tanya Leon ragu (baca: malu-malu) saat keduanya sudah duduk di ruang tengah.

“Maksud Tuan Muda? Apakah Tuan Muda sedang jatuh cinta? Haha,,,” Bukannya menjawab, Ajeossi Soon justru menggoda Leon. Tertawa ringan.

Dasar Leon, bukannya marah karena digoda, ia justru semakin tersenyum malu-malu. Ajeossi Soon tahu benar apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya.

Menyadari dirinya yang sejak tadi hanya senyam-senyum, Leon melanjutkan “Ajeossi,,, sudahlah. Leon yang bertanya, Ajeossi tinggal jawab saja. Apakah Ahjumma Soon (Istinya Ajeossi Soon) adalah cinta pertama Ajeossi?” Tak sabar dengan jawaban Ajeossi, Leon bertanya kembali, semakin antusias.

“Tidak ada yang yang istimewa dengan kisah hidup saya, Tuan Muda. Termasuk cerita cinta pertama saya. Haha,,,” Jawab Ajeossi Soon masih dengan menahan geli mendengar pertanyaan Leon yang beda dari biasanya.

“Yahhh,,, Ajeossi,,, Benarkah tidak ada yang bisa diceritakan.” Leon mendengus kecewa.

“Tapi,,,” lanjut Ajeossi Soon, “mungkin saya bisa menceritakan kisah yang lain. Tuan mau mendengarnya?”

“Benarkah? Kalau begitu, cepat ceritakan Ajeossi!” Pinta Leon bersemangat.

“Baiklah Tuan Muda. Hmm,,,” Ajeossi Soon pun mulai bercerita, menarik napasnya dalam-dalam lantas menghembuskannya perlahan.

“25 tahun silam, seorang pemuda Korea sedang mengikuti sebuah pertemuan di kota New York, kota tempatnya menimba ilmu untuk studi magisternya. Sebuah pertemuan internasional. Pemuda yang tampan walau jika dilihat sekilas, terlihat dingin dan kaku.” Ajeossi Soon melirik Leon sejenak, lantas melanjutkan, “Pertemuan itu dihadiri oleh banyak perwakilan Negara-negara di dunia. Dan pemuda itu mewakili Negara Korea.”

Leon menyela, “Apakah pemuda itu Ajeossi Soon?”

“Haha,,, tentu saja bukan, Tuan Muda. Sudah saya katakan tadi, tidak ada kisah hidup saya yang layak diceritakan.”

“Ohh,,, baiklah. Lanjutkan Ajeossi!”

“Pertemuan internasional itu menjadi titik awal mengawali karirnya. Bagaimana tidak, dalam pertemuan tersebut bahkan hadir beberapa kepala Negara di dunia, mulai dari Amerika Serikat, Australia, Jepang, Inggris, dan lain sebagainya. Dan,,,”

“Dan jangan bilang Ajeossi hanya akan bercerita tentang pertemuan internasional itu?” Leon kembali menyela, tidak sabar.

“Tenang Tuan Muda, saya baru akan menceritakan intinya. Bersabarlah sedikit. Haha,,, saya sudah tua, jadi harap maklum kalau saya menceritakannya pelan-pelan.” Jawab Ajeossi Soon membela diri.

“Ya ya ya,,, maafkan Leon. Silakan lanjutkan Ajeossi. Hehe,,,” Leon tersenyum sambil membenarkan posisi duduknya, bersiap mendengarkan kembali.

“Dan di pertemuan itu, si pemuda menemukan cinta sejatinya… Cinta pertama dan satu-satunya…”

***

Gedung Pertemuan Universitas Columbia, New York.

“Narcotics or drugs have become a culture of fear to generations of nations in the world. It could happen in our country, our campus, our home environment, or even in our own homes. Today, in front of this honorable assembly, in truth we are not discussing the others. But we are talking about ourselves. What can we do for our families, our relatives, and our nation all?” Dengan bahasa Inggris yang fasih, pemuda Korea itu memulai sambutannya di hadapan majelis Internasional. Pembawaannya tenang, namun tetap tegas di setiap katanya. Dilihatnya sekeliling ruangan, hening, semua mata terfokus pada dirinya saat ini.

Maka lanjutnya, “Seperti Nona yang berada di hadapan kita saat ini. Nona ini dengan susah payah membebaskan dirinya dari belenggu candu narkotika. Dan sekarang, Nona ini datang, untuk berbagi kisah kepada kita semua. Beri tepuk tangan semuanya!” Ucap pemuda Korea itu sambil menunjuk seorang gadis yang duduk di kursi audiens paling depan. Gedung pertemuan itu pun membahana dengan suara tepuk tangan.

Tiba-tiba…

“What??? Are you crazy?” Gadis itu berteriak kaget, bingung bercampur marah. “I’m not an ex.drug addict! She is!” Gadis itu pun menunjuk wanita yang berada di sebelahnya.

Semua audiens terdiam, tak terkecuali pemuda Korea itu.

***

“Begitulah, pemuda Korea itu ternyata salah kira. Gadis yang disebutnya sebagai pecandu narkoba itu sebenarnya adalah perwakilan mahasiswa dari Universitas London. Dia salah menghitung baris kursi. Panitia telah memberitahu sebelumnya, bahwa narasumber yang akan dihadirkan sudah duduk di kursi nomor 7, sedang pemuda Korea itu malah menunjuk kursi nomor 6, tempat gadis itu duduk. Gadis itu memang terlihat lesu, matanya sayu, dan terkesan di bawah tekanan, layaknya seseorang yang pernah memakai narkoba. Haha,,, Padahal maklum saja, gadis itu baru tiba di New York pagi harinya dan langsung menghadiri pertemuan internasional itu, setelah tepat sehari sebelumnya berkutat dengan tugas akhir universitas. Melelahkan, tentu saja. Sebagai perwakilan almamaternya, gadis itu tentu sangat bersemangat hadir. Namun apa daya, dirinya begitu lelah hingga akhirnya dikira sebagai narasumber mantan pecandu narkoba. Haha,,,” Ajeossi Soon kembali tertawa.

“Haha,,, kasihan sekali gadis London itu.” Leon pun ikut tertawa dan sesaat kemudian kembali serius, “tapi Ajeossi, di mana letak kisah cintanya?”

***

Seoul National University, Seoul.

“What??? Kamu lagi rupanya. Sedang apa kamu di sini?” Gadis London itu kaget, tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya kini. Ingatannya langsung mengarah ke kejadian setahun silam di Columbia University.

“Seharusnya saya yang bertanya, sedang apa kamu di sini?” Pemuda Korea itu balik bertanya. “Ini Negara saya, wajar kalau saya di sini.”

“Lantas, kalau saya bukan orang Korea, saya tidak berhak berada di sini, hah???” Gadis itu tidak mau kalah dan langsung berlalu pergi. “Hanya dosen saja, sombongnya minta ampun!” ucapnya sedikit berteriak yang tentu saja terdengar oleh pemuda itu.

Belum dua meter kaki gadis London itu melangkah, seseorang berlari ke arah pemuda Korea tersebut. “Bapak Diplomat, selamat datang, selamat datang di kampus kami. Kami sudah menunggu sejak tadi. Mari saya antar ke ruang seminar.”

“What??? Diplomat?” Bagai dihantam bongkahan batu gunung, gadis London itu terpaku. Kali ini dirinya yang merasa sangat malu.

***

“Hahaha,,, gadis London itu pasti malu sekali. Ya kan Ajeossi. Dan satu lagi, sepertinya dia hobi sekali mengatakan –What-? Haha,,,” ucap Leon sambil mencoba meniru expresi muka saat si gadis London mengatakan ‘What?’, lalu tertawa terbahak.

“Ya, tentu saja gadis London itu malu sekali, Tuan Muda. Orang yang dia kira hanya dosen muda di kampusnya, ternyata seorang diplomat. Sungguh kesimpulan yang gegabah. Haha,,,” Ajeossi Soon pun ikut tertawa.

Tiba-tiba Leon berhenti, lalu menatap Ajeossi Soon dan berkata, “London? Korea? Jangan-jangan…”

“Betul Tuan Muda. Pemuda Korea dan Gadis London itu adalah Duddy dan Mummy Leon, alias Tuan dan Nyonya Han. Itulah kisah pertama kali mereka bertemu. Baik pertemuan di New York atau pun di kampus SNU, keduanya memberi kesan yang mendalam, untuk tidak bilang memalukan. Haha,,,”

Tett,,, Tett,,, Suara mobil memasuki halaman rumah. Mummy dan Duddy terlihat sangat lelah setelah seharian bekerja. Ajeossi Soon yang menyadari kedatangan keduanya, segera membukakan pintu.

“Selamat malam Tuan, Nyonya!” Ucap Ajeossi Soon lembut.

“Selamat malam Ajeossi!” balas keduanya kompak.

Leon yang sedari tadi masih duduk di ruang tengah, ikut menghampiri. “Selamat malam Bapak Diplomat. Hahaha,,,” Ucap Leon sambil tertawa dan langsung berlari menuju kamarnya.

“AJEOSSI!!!” Mummy dan Duddy melotot ke arah Ajeossi Soon.

- = B E R S A M B U N G = -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Don't be shy, write your mind! ^_^