Kertas Lee Kyung
“Aku pergi. Jadilah manusia yang baik sepanjang hidupmu.”
-Saranghaeyo, Lee Kyung-
***
Kampus SNU, Seoul.
Leon melipat kembali kertas yang baru saja dibacanya, menyimpannya kembali ke dalam dompet. “Besok aku akan menemuimu,” gumam Leon dalam hati, tersenyum datar. Menghirup udara perlahan, mencoba menghadirkan sosok yang dirindukan dalam alam bawah sadar.
Hari yang tidak terlalu panas, sangat nyaman duduk di kursi taman kampus dengan cuaca seperti ini. Setelah masuk Seoul National University, duduk di kursi taman kampus, menjadi kebiasaan Leon sekarang. Seperti saat pertama kali Leon datang ke SNU.
“Leon!” seseorang memanggil. Ternyata Lasmi, gadis India yang selama dua bulan terakhir ini dekat dengan Leon. Berbeda dengan teman Koreanya yang lebih nyaman dengan sesamanya, Leon yang sudah terbiasa dengan perbedaan –bangsa- dalam keluarganya, cukup mampu menyesuaikan pergaulan, termasuk kepada gadis India itu. Maka tak heran, jika keduanya terlihat semakin akrab kian hari.
Leon menengok, “Ne.” balas Leon ketika Lasmi sudah berdiri di depannya.
“Mwo hago isseumnika?” Berkat Leon, kini Lasmi lebih lancar berbahasa Korea.
“Anjda.” Jawab Leon datar.
“Hmm,,, I know that. Maksudku,,, mmm,,, ah,,, sudahlah. Sepertinya, kamu sedang tidak ingin diajak bicara. Baiklah, tak apa. Aku pergi. Bye!” Lasmi melambaikan tangannya, hendak pergi meninggalkan Leon.
Leon menahan tangan Lasmi, “Ada apa?” akhirnya ikut berdiri.
“Gwaenchanayo!” Kini Lasmi yang menjawab singkat.
“Jeongmalyo?” Leon tidak percaya.
“Ne.”
“mmm,,, Kau sudah makan siang?” Leon mencoba mengalihkan pembicaraan, menyadari –mungkin- Lasmi tersinggung dengan jawaban singkatnya tadi.
Lasmi menggeleng.
“Kalau begitu, ayo kita makan bersama.” Ajak Leon.
“Aniyo!” Lasmi sepertinya sudah kehilangan selera.
“Waeyo? Baiklah, aku yang traktir. Bagaimana?”
“Jeongmalyo?” Lasmi mulai terpengaruh, tersenyum senang.
“Tentu saja. Ayo pergi.” Leon ikut tersenyum.
***
Sementara itu di saat yang sama, Mummy yang sedang sibuk di kantor redaksinya tiba-tiba termenung. Matanya tertuju pada kalender di meja kerja, satu tanggal dilingkari merah di sana. Kemudian Mummy pun menelepon Duddy.
“Halo sayang!”
“Ya, halo sayang. Ada apa?”
“Sedang sibuk?” Tanya Mummy basa-basi.
“Tidak juga. Duddy baru saja selesai rapat.” Jawab Duddy sambil menandatangani berkas yang diberikan sekretarisnya. “Ada apa sayang?”
“A,,, Geuraeyo? mmm,,, Duddy ingat kan besok tanggal berapa?” Mummy langsung ke topik pembicaraan.
“Ne. Besok kan tanggal… “ kalimat Duddy tertahan, suaranya tercekat melihat tanggalan kalender di meja kerjanya.
“Ya Duddy, besok,,, besok adalah hari…” belum sempat Mummy menyempurnakan kalimatnya, Duddy menyela.
“Maaf sayang, aku ada rapat lagi. Kita bicarakan ini nanti di rumah. Bye, saranghaeyo!”
Tut,,, tut,,, tut,,, telpon terputus.
Terlihat sekali Mummy kecewa dengan jawaban Duddy tadi. “Duddy,,, sampai kapan mau seperti ini?” Mummy menghela nafas, menyandarkan punggung ke kursi kerjanya yang empuk. Selalu saja tanggapan Duddy seperti itu, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Besok...” Gumam Mummy lirih. Pikirannya menerawang, mengingat sesuatu. Matanya terpejam sejenak, mencoba menghilangkan sesak yang tiba-tiba datang menghampiri. Setelah merasa tenang, Mummy memanggil sekretarisnya.
“Paula, ada hal penting yang harus saya lakukan. Jadi tolong kosongkan jadwal saya besok.” Suruh Mummy kepada sekretarisnya yang juga berkebangsaan Inggris.
“Besok? Mmm,,,” Sesaat sekretarisnya merasa heran
mengapa tiba-tiba bosnya minta dikosongkan jadwal.
“Ya, besok. Agenda yang terjadwal, ubah saja harinya. Jika ada yang menanyakan nanti, bilang saja saya ada urusan keluarga yang sangat penting.” Mummy kembali menegaskan.
“Baik Nyonya Han. Akan saya lakukan. Ada lagi?” Meski masih belum
ngeh, Paula tetap mengiyakan perintah bosnya itu.
“Tidak ada. Kau boleh pergi Paula. Terima kasih.” jawab Mummy sambil tersenyum tipis.
“Baik Nyonya. Kalau begitu, saya permisi.”
Sebelum pergi, sekilas Paula melihat kalender yang tadi dipegang Mummy dan ia akhirnya mengerti mengapa bosnya meminta pengosongan jadwal besok. Ya, siapa yang tidak ingat dengan tanggal itu.
***
“Apa makanannya enak?” Tanya Leon saat dirinya dan Lasmi makan siang di restaurant dekat kampus SNU. Jam makan siang, restauran terlihat ramai.
“Ne.” Lasmi tersenyum menikmati Kimbab yang sedang dilahapnya.
“Ah,,, tentu saja. Masakan Korea memang yang terbaik.” Leon menyeringai, menghabiskan suapan terakhir Kimchi-nya.
“Masakan India lebih enak.” Lasmi tidak mau kalah. “Suatu saat, kau harus mencobanya juga. Aku jamin kau pasti suka.”
“Benarkah?” Alisnya terangkat, Leon tidak terlalu percaya dia bisa menikmati masakan India.
“Lain waktu aku akan mengajakmu ke restaurant India paling enak di kota Seoul.” Ucap Lasmi semangat sambil mengacungkan jempolnya yang masih memegang sumpit.
“Tentu saja itu harus! Setelah aku mentraktirmu hari ini, apa kamu pikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja? Hah? Hahaha,,,”
“Hahaha,,, benar! Uhukk,,, uhukk,,,” Lasmi menepuk-nepuk dadanya, tersendak.
“Aigoo,,, Kamu seharusnya lebih berhati-hati ketika makan. Ini minum!” Leon memberikan segelas air.
“Gomawo. Hehe,,,”
“Kudengar, kamu akan pulang ke India liburan nanti?” Tanya Leon setelah mereka selesai makan.
“Ya, tentu saja. Aku sudah sangat rindu dengan keluargaku. Memangnya kenapa? Kamu ingin ikut? Hehe,,,” Lasmi mencoba bercanda.
“Yang benar? Kalau begitu, izinkan aku ikut. Aku ingin mengenal keluargamu lebih dekat.” Leon berkata dengan serius.
“What?” Lasmi terperanjat, kaget.
Leon tersenyum, “Hahaha,,, kamu sangat lucu kalau sedang terkejut, Lasmi. Mirip sekali ekspresinya dengan Mummy.”
Lasmi cemberut, “Tidak lucu!”
“Haha,,, yaya,,, Jeosonghaeyo.” Leon berhenti tertawa. Tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka.
“Sillyehamnida. Boleh aku duduk di sini?”
“Oh,,, Ne,,, Mullonimnida. Silakan.” Ucap Leon sedikit kikuk.
“Ajeossi,,,” Lasmi ikut bicara.
“Sepertinya, bahasa Koreamu sudah lebih berkembang sekarang, Lasmi. Hehe,,, Bahkan kamu memanggil paman dengan sebutan Ajeossi.” Mr.Salman tersenyum. Ya, Mr.Salman ternyata adalah paman dari Lasmi yang juga merekomendasikan Lasmi untuk kuliah di SNU.
“Ne, mullonimnida.”
“Wow, bahkan kamu sudah bisa menjawab dengan bahasa Korea. Tidak sia-sia kamu berteman dengan Mr.Leon.” Mr.Salman melirik ke arah Leon, kembali tersenyum. Yang dilirik hanya tersenyum kaku.
“Eng… Lasmi gadis yang pintar, sangat mudah mengajarinya Mister. Well, sepertinya kalian ingin ngobrol. Kalau begitu, saya permisi dulu.” Leon hendak berdiri.
“Apakah aku mengganggu kalian?” Mr.Salman merasa tidak enak hati.
“Aniyo. Saya kebetulan memang harus segera pergi. Ada yang harus saya persiapkan untuk besok. Kalau begitu saya permisi. Lasmi, aku pergi dulu ya.” Leon berdiri, memanggil pelayan restaurant untuk membayar.
Lasmi mendelik ke arah Mr.Salman, menunjukkan ekspresi
dasar tukang pengganggu. Mr.Salman hanya mengangkat bahu, cuek.
“Mr.Salman, Lasmi, meonjeo galkeyo!” Leon membungkuk dan berlalu pergi.
Setelah Leon benar-benar pergi, Lasmi menundukkan kepalanya. Merasa tidak enak terhadap Leon.
“Sudah, tidak usah terlalu dipikirkan.” Mr.Salman mencoba mencairkan suasana.
Lasmi tidak menjawab, matanya sedang menatap sesuatu di bawah meja. “Kertas?” gumamnya lirih. Langsung mengambil kertas yang terjatuh itu. Sepertinya Leon menjatuhkan sesuatu tadi.
“Apa? Kamu bilang apa tadi?”
“Oh,,, tidak paman. Tidak apa-apa.” Lasmi mengelak, buru-buru memasukkan kertas ke dalam tasnya. “Bukankah ini kertas yang tadi dipegang Leon di taman?” Benak Lasmi.
“Maaf paman, Lasmi tidak bisa menemani paman makan siang hari ini. Lasmi harus pergi.”
“Kenapa? Kamu masih marah?” tebak Mr.Salman.
“Aniyo. Aku memang harus segera pergi. Kalau begitu, aku permisi paman. Bye.”
“Ta,,, tapi,,, Lasmi,,,” tak sempat Mr.Salman bertanya lebih lanjut, Lasmi sudah keburu keluar.
***
Apartement Lasmi, Seoul.
Penasaran, Lasmi mulai membuka lipatan kertas yang ia temukan tadi. “Ah,,, jangan dibuka Lasmi, itu milik Leon. Kamu tidak berhak membukanya.” Lasmi ragu.
“Tapi aku penasaran. Karena tadi, ketika aku menghampirinya di taman, mukanya kelihatan muram setelah membaca kertas ini. Kira-kira apa isi kertas ini ya?” Sisi hatinya yang lain memberontak.
“Buka tidak ya,,, Hmm,,, buka saja sepertinya. Nanti pasti aku kembalikan kok. Aku hanya penasaran.” Lasmi meyakinkan dirinya sendiri.
“Ya, tak apa. Aku akan membukanya.”
Tiga menit berlalu, Lasmi selesai membaca semua kalimat demi kalimat dalam kertas milik Leon. Lasmi terdiam untuk beberapa saat lantas bergumam “Lee Kyung, Leon,,,”
- = B E R S A M B U N G = -
NB:
- Ne = Ya
- Aniyo = Tidak
- Mwo hago isseumnika? = Sedang apa?
- Anjda = Duduk
- Gwaenchanayo = Tidak apa-apa
- Jeongmalyo? = Sungguh?
- Waeyo? = Kenapa?
- A,,, geuraeyo? = Oh,,, begitu?
- Saranghaeyo = Aku mencintaimu
- Aigo = Astaga
- Gomawo = Terimakasih
- Jeosonghaeyo = Saya minta maaf
- Sillyehamnida = Permisi
- Mullonimnida = Tentu saja
- Meonjeo galkeyo = Saya pergi duluan.
- Kimbab, sejenis Sushi ala Korea. Berupa nasi yang digulung dan di dalamnya terdapat rumput laut.
- Kimchi, makanan khas Korea yang biasanya merupakan sayuran yang rendah kalori dengan kadar serat yang tinggi (misalnya bawang, kacang panjang, selada, dan lain-lain) yang dimasak sedemikian rupa dengan bumbu dan rempah-rempah sehingga menghasilkan rasa yang unik dan biasanya pedas.
REFERENSI:
http://blogapni.blogspot.com/2011/03/lessons-berbicara-percakapan-pendek.html
http://www.angelfire.com/gundam/sartohalim/sosial_budaya.htm