Setelah hampir 2 bulan absen menulis cerita Leon, dengan bahagia saya melanjutkan cerita ini. Untuk episode sebelumnya, silakan baca di sini. Maafkan kalau tulisannya rada-rada kaku, maklum. Saya harus menyesuaikan kembali feel untuk cerita Leon. Tapi semoga tetap bisa dinikmati. Happy Reading. :D
Ajusi Soon
Sebulan setelah peringatan kematian Lee Kyung, Leon dan Lasmi menjadi semakin dekat, meski masih sekedar teman biasa. Mereka masih jauh untuk memikirkan hal-hal yang lebih serius.
***
ASHOKA Restaurant, Itaewon - Seoul.
Kali ini Lasmi mengajak Leon untuk mencicipi masakan India di Ashoka Restaurant, restaurant India pertama di Korea Selatan.
“Kau kelihatannya sangat dekat dengan Ajusi Soon, Leon.” Ucap Lasmi sambil menikmati roti Cane khas India, sedari tadi yang dibicarakan Leon hanya tentang Ajusi Soon.
“Begitulah. Ajusi sudah aku anggap seperti orangtuaku sendiri,“ balas Leon dengan senyum manisnya. “Kau tau bukan, kedua orangtuaku bekerja setiap hari, dari pagi sampai malam. Hampir jarang aku bertemu mereka kecuali akhir pekan. Dan yang aku temui setiap hari adalah Ajusi Soon.”
“Ohh… begitu rupanya. Kapan-kapan bisakah kau mengenalkannya padaku?”
“Tentu saja, bahkan harus. Ajusi orang yang sangat menyenangkan, teman mengobrol yang hangat. Kau pasti suka.” Jawab Leon bersemangat.
“Benarkah? Hmm… Mendengar kau berkata seperti itu, membuatku semakin penasaran. Hehe,,, Oia, bagaimana masakannnya? Kau suka?” Tanya Lasmi mengalihkan topik.
“Ya, ini enak. Sepertinya, kapan-kapan aku akan mengajak Mummy dan Duddy makan di restaurant ini. Gomawo.” Jawab Leon, menghabiskan suapan terakhir rotinya.
“You’re welcome!” balas Lasmi, tersenyum senang.
Karena hari sudah menjelang malam, selesai makan, Leon berniat mengantar Lasmi pulang ke apartement.
“Tidak perlu, Leon. Aku masih harus ke apartement Mr. Salman, ada tugas kuliah yang masih belum aku pahami. Jadi aku berniat ke rumah pamanku untuk menanyakannya langsung. Kebetulan, apartemennya tidak jauh dari sini.” Jelas Lasmi panjang lebar.
“Tugas? Tugas yang mana?” Leon terlihat bingung.
“Aishh… bagaimana kau bisa lupa? Tugas dari Prof.Yong Joon untuk hari Selasa depan, tanggal 16. Ingat?”
“Tanggal 16?” Gumam Leon.
“Leon, kenapa kau diam? Kau sudah ingat tugasnya?” Tanya Lasmi melihat Leon yang tiba-tiba terdiam.
“Hmm… Enam belas, tanggal enam belas? Aigooo!!! Bagaimana aku bisa lupa!”
“Baguslah, sepertinya kau sudah ingat tugasnya.” Ucap Lasmi yang menganggap reaksi Leon berlebihan.
“Bukan, bukan itu. Aishh,,, hampir saja aku lupa.”
“Eh, maksudnya?” Lasmi semakin bingung.
“Ajusi Soon.” Ucap Leon, singkat.
***
Ajusi Soon sudah lama menjadi seorang duda. Lima belas tahun lalu, istrinya meninggal dunia karena suatu penyakit. Karena kemiskinan, Ajusi tidak mampu mengobati penyakit istrinya. Hal ini lah yang membuat Ajusi merasa sedih sekaligus merasa bersalah terhadap istinya. Bagi Ajusi Soon, istrinya adalah segalanya.
Sejak ditinggal sang belahan jiwa, bersama anak laki-laki satu-satunya yang saat itu berusia 10 tahun, Ajusi Soon berusaha bertahan di tengah kesedihan yang menderanya. Namun, Ajusi Soon hanyalah manusia biasa. Pertahanannya runtuh. Hidupnya menjadi berantakan. Mabuk-mabukkan menjadi kebiasaannya setiap hari. Tidak hanya itu, Ajusi bahkan menjadi pecandu narkoba.
Sabu-sabu menjadi makanannya sehari-hari.
Karena sudah hilang akal, tak jarang Ajusi tanpa sadar memukuli anak laki-lakinya. Mencoba menumpahkan segala kesedihan melalui sang anak yang sejatinya tidak bersalah sama sekali.
Para tetangga Ajusi yang setiap hari melihat Ajusi memukuli anaknya, memutuskan untuk mengambil tindakan. Demi melindungi anak Ajusi, para tetangga memisahkan keduanya.
Mereka memutuskan untuk membawa anak Ajusi ke Panti Asuhan untuk sementara waktu. Mereka juga membawa Ajusi ke pusat rehabilitasi narkoba guna menyembuhkan kecanduannya. Di pusat rehabilitasi itu lah, Ajusi bertemu dengan Mrs. Christina McLarren, Mummy-nya Leon.
***
Satu tahun kemudian.
Leon masih berumur 4 tahun, sedangkan Lee Kyung berumur 7 tahun, saat Mummy membawa Ajusi Soon yang sudah sembuh dari candu narkoba ke rumah mereka. Dengan persetujuan Mr. Han, sang istri membawa Ajusi Soon ke rumah mereka untuk dijadikan pembantu rumah tangga.
Ya, selama satu tahun Mummy berusaha keras menyembuhkan Ajusi Soon. Kisah hidup Ajusi Soon yang begitu menyedihkan membuat Mummy merasa kasihan. Maka, tak lama setelah Ajusi sembuh, Mummy memintanya untuk bekerja di rumahnya. Mummy yakin, Ajusi Soon sejatinya adalah orang yang baik hati.
Awalnya, Ajusi Soon menolak tawaran dari Mrs. Han. Ajusi tentu merasa tidak enak hati. Karena ia merasa selama ini sudah sangat merepotkan Mrs. Han. Lagi pula, ia juga harus merawat anak laki-laki satu-satunya yang sudah lama ia tinggalkan di Panti Asuhan. Namun takdir berkehendak lain. Ketika Ajusi akan menjemput anaknya ke Panti Asuhan, sang anak menolak ikut. Ajusi Soon menyadari mungkin anaknya masih trauma, takut kalau-kalau ayahnya akan memukulinya lagi seperti dulu. Dibujuk berulangkali pun, sang anak tetap menolak ikut. Akhirnya, Ajusi Soon pun merelakan sang anak untuk tetap tinggal di Panti Asuhan.
Maka, jadilah Ajusi Soon menerima tawaran Mrs. Han untuk bekerja di rumahnya.
***
Tanpa terasa sudah 16 tahun Ajusi bekerja di rumah keluarga Han. Kehidupannya kini jauh lebih baik daripada sebelumnya. Sebagai rasa terimakasihnya kepada Keluarga Han, Ajusi memutuskan untuk mengabdi pada Keluarga Han di sisa hidupnya.
“Leon… Kau memang anak yang baik. Meski kadang nakal luarbiasa. Sarangheyo.” Ucap Ajusi Soon sambil tersenyum memandang foto Leon yang sedang digenggamnya. Ajusi sedang berada di taman kota Seoul, tempat bermain favorit Leon saat kecil dulu. Leon sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. Melihat foto Leon, membuat Ajusi Soon kembali teringat akan anak laki-lakinya, Hwan Soon.
***
Selama di Panti Asuhan, Hwan Soon tumbuh menjadi anak yang cerdas dan mandiri. Namun, trauma masa kecilnya menjadikannya seseorang yang tertutup. Dingin. Merasa sudah cukup mandiri, pada saat umur 17 tahun Hwan Soon memutuskan untuk pergi dari Panti Asuhan dan memulai kehidupan barunya. Ia bertekad untuk sukses dengan tangannya sendiri.
Sampai suatu hari, Hwan Soon akhirnya menemui sang ayah di rumah Keluarga Han. Hanya untuk mengabarkan bahwa ia kini sudah hidup dengan baik.
“Anyong.” Ucap Hwan kaku. Di hadapannya sang ayah tersenyum bahagia.
“Anakku… maafkan appa-mu ini nak… ” tiba-tiba Ajusi Soon berlutut, menangis tersedu-sedu. Rasa bersalah membuatnya hanya bisa berkata: “maaf…”
“Sudahlah, appa. Bangunlah. Hwan sudah memaafkan appa sejak dulu.” Ucap Hwan sambil mengangkat tangan ayahnya, menyuruhnya berdiri, lalu perlahan memeluk sang ayah.
Pertemuan ayah-anak itu begitu mengharu-biru. Selama beberapa saat mereka hanya berpelukan, tanpa kata. Mencoba menumpahkan segala bentuk kerinduan yang selama ini terpendam.
“Appa… Hwan sekarang sudah hidup mandiri. Jadi jangan cemaskan Hwan lagi. Appa hiduplah dengan baik di rumah Keluarga Han. Kudengar mereka orang baik. Hwan berjanji, sebulan sekali Hwan akan berkunjung ke sini untuk bertemu dengan Appa.” Ucap Hwan sambil melepaskan pelukannya.
“Mengapa kau tidak tinggal di sini saja, nak. Jika kau mau, Appa bisa meminta kepada Mr. Han untuk menerimamu bekerja di sini. Beliau pasti mengijinkan.”
“Tidak perlu Appa. Hwan tidak ingin merepotkan Keluarga Han. Hwan sudah sangat bersyukur Keluarga Han sudah merawat Appa dengan baik. Hwan ingin hidup mandiri.”
“Apa kau yakin, nak?”
“Aku sangat yakin Appa. Percayalah.”
***
Kembali ke masa kini, Ajusi Soon masih memandangi foto anaknya yang kini sudah tinggal di luar Korea. Dulu, sesuai janji, Hwan memang sebulan sekali mengunjunginya di rumah keluarga Han. Kunjungan rutin yang mengenalkannya pada Lee Kyung, kakak perempuan Leon. Cinta pertama Hwan.
“Saengil chukha hamnida… Saengil chukha hamnida…” Leon membuyarkan lamunan Ajusi Soon dengan lagu ulang tahunnya. Ya, tanggal 16 adalah ulang tahun Ajusi Soon. Di belakangnya sudah ada Mummy yang memegang kue tart dan Duddy membawa sebuah kamera, siap memotret momen penting tersebut.
Sejenak Ajusi merasa kaget, hanya bisa diam mematung.
“Ayo Ajusi, tiup lilinnya! Tunggu apa lagi.” Pinta Mummy.
“Yeaaahhh…” Leon berteriak gembira setelah Ajusi Soon meniup lilin. Satu persatu mereka memeluk Ajusi dan mengucapkan selamat ulang tahun.
“Saengil chukha hamnida, Ajusi. Terima kasih banyak karena telah banyak membantu keluarga kami selama ini.” Ucap Mr. Han, menggenggam tangan Ajusi.
“Tidak, Tuan. Seharusnya saya yang berterima kasih kepada Tuan dan Nyonya. Juga kepada Leon. Terimakasih, terima kasih sudah mau menerima lelaki tua bodoh ini. Kamsahamnida.” Balas Ajusi Soon sambil berulangkali membungkuk, memberi hormat.
“Sudahlah Ajusi. Ayo, ayo kita potong kuenya.” Ucap Leon tidak sabar.
“Baiklah, tuan muda. Oia, tapi bagaimana tuan muda tahu saya ada di taman ini?” Tanya Ajusi Soon.
“Selain di rumah, dimana lagi Leon bisa menemukan Ajusi? Hah? Bukankah taman ini yang sering Ajusi kunjungi saat ulang tahun. Semua orang di rumah juga sudah tahu.”
“Benarkah? Haha… ternyata tuan muda jauh lebih mengenal saya daripada saya mengenal tuan muda.”
“Sudah-sudah. Leon, mana pisaunya?” Tanya Mummy.
“Aisshh,,, Leon lupa. Pisaunya tertinggal di mobil. Ya sudah, biar Leon ambil sebentar. Sabar ya Ajusi. Hehe…“ Leon bergegas menuju mobil di parkiran taman.
Sampai di parkiran, tak disangka Leon bertemu dengan Mr. Salman. Lebih tepatnya Leon melihat Mr. Salman sedang bermain dengan anak-anak. Tanpa sadar, Leon malah asik memperhatikan kegiatan Mr. Salman. Kelihatannya Mr. Salman sedang mengajarkan sesuatu kepada anak-anak itu. Penasaran, Leon menghampiri Mr. Salman.
“Anyong, Mr. Salman.” Sapa Leon.
“Leon. Sedang apa di sini?” Tanya Mr. Salman yang sedikit kaget melihat Leon tiba-tiba ada di hadapannya.
Bukannya menjawab, Leon malah balik bertanya, “Mr. Salman sendiri sedang apa di sini?” Dilihatnya papan yang dipegang Mr. Salman. Ada sebuah simbol, gambar, tulisan atau apa namanya, tertera di papan itu. Tulisan aneh yang sepertinya pernah dilihat Leon sebelumnya.
Di sisi lain, Mummy yang merasa Leon terlalu lama, meminta Ajusi untuk menyusul Leon. Khawatir terjadi sesuatu. Maka, Ajusi Soon pun menyusul ke tempat parkir.
Tidak menemukan orang yang dicarinya, Ajusi melihat sekeliling. Dan tersenyum saat menemukan keberadaan Leon. Tanpa pikir panjang, Ajusi segera menghampiri Leon.
Namun langkahnya terhenti saat dilihatnya Leon sedang bersama seseorang. “Salman… ” gumamnya kaget.
Leon yang menyadari ada seseorang di belakangnya, menengok. “Ajusi… Aigo. Maafkan Leon membuat kalian menunggu. Hampir saja lupa. Oia, sebelumnya perkenalkan. Ini Mr. Salman, dosen Leon di kampus. Dan Mr. Salman, ini Ajusi Soon.” Leon yang tidak menyadari situasi, malah sibuk memperkenalkan keduanya.
Mr. Salman yang juga tak kalah kaget, hanya bisa terdiam lantas bergumam pelan, “Tuan Soon….”
~B E R S A M B U N G~