Rabu, 30 Maret 2011

Kembar (Antara Persamaan dan Perbedaan) By: Dita Fatwa

Kalo yang ini copas dari tulisan kembaran ane. Hoho,,, Ane selalu ingin ketawa baca ini. :) Check This Out!

------------------------------------------
Dulu, ketika kecil, kami selalu disamakan, dari mulai baju sampai kasih sayang

Walau, terkadang kami tak menyukai itu… (Hmm.. Maklum, masih kecil^^)

Dulu, ketika SD, kami memiliki teman yang sama mulai dari kelas 1 sampai kelas 6… Walau tak semua kami akrabi bersama…
(ya iyalah, wong Cuma ada 1 kelas pertahun, hehe)

Dulu, ketika SMP, kami memiliki kegiatan yang sama… Walau kami tak pernah sekelas… (ya, mau bagaimana lagi, bapak melarang kami mengikuti ekskul di sekolah, kami hanya dibolehkan kursus bahasa Inggris 2 kali seminggu untuk kegitan di luar)

Dulu, ketika SMA, kami memiliki pemahaman yang sama akan banyak hal,
Walau tetap dengan “rangkaian kata” kami msing-masing…
(Ini tak lepas dari peran kakakku Dela, yang telah memperkenalkan rohis kepada kami, yang membentuk pemahaman akan kehidupan yang lebih berarti, hingga kami jatuh cinta pd jalan dakwah ini hingga nanti, aamiin)

Dan sekarang, ketika jarak dan waktu memisahkan kami,

Dika (nama kembaranku) di Bandung dan Aku di Ciputat, (beda 5 menit kalau tak salah)
Kami tetap memiliki baju yang sama (walau tak semua)
Kami tetap mendapatkan kasih sayang yang sama (untuk tidak menyebut siapa yang lebih sering pulang)
Kami tetap memiliki teman yang sama (karena bagaimana pun juga, temanku adalah temannya, dan temannya adalah temanku)
Kami tetap memiliki keagitan yang sama (wadahnya saja yang berbeda…)

Dan Kami tetap memiliki pemahaman yang sama akan kehidupan..

Tapi, sebagai makhluk yang utuh, kami tentu memiliki perbedaan yang sama banyaknya dengan persamaan kami…
Perbedaan yang kadang membuat kami berlama-lama kalau sedang bertelepon,
Perbedaan yang kadang membuat kami tak bertegur sapa lewat telepon untuk waktu yang lama,
Perbedaan yang kadang membuat kami bertengkar untuk hal-hal sepele
Perbedaan yang kadang membuat kami tak sabar untuk saling bertukar pendapat,
Pebedaan yang kadang membuat kami tertawa terbahak-bahak,
Perbedaan yang kadang membuat kami menangis dan bahagia,

Dan perbedaan yang telah menjadikan kami lebih bisa memahami satu sama lain, walau terkadang tak segampang memasak mie instan (Loh, apa hubungannya, hehe)

Itulah kami dengan bermacam persamaan dan perbedaan kami…
Tak semua dapat kutulis di sini, karena memang seginilah yang da ada di otakku sekarang… ^^
Terlepas dari semua hal di atas, aku bersyukur karna “menjadi kembar”
Yang menjadikan kami lebih unik dan terkenal (maza zih, hehe)

Ketika dalam kandungan
“Sempit tau di sini, kamu sanaan donk” Dita berkata.
“Yee, kamu yang sanaan, aku kan mo keluar duluan, jadikamu ga boleh nyempitin aku, tau” Dika menyahut..
“Iiih, sanaan, katanya mo keluar duluan, yaudah sana keluar, sempit tau ada kamu”.. Dita tak sabaran.
“Iihh, ga sabaran banget sih, ywdh, aku keluar sekarang, duluan, assalamu’alaikum dunia (sambil tersenyum^^)”… Dika akhirnya mengalah…
“Eh, jangan lama-lama, aku juga mau keluar, hmmm akhirnya keluar juga, assalamu’alaikum dunia (tersenyum bahagia^^)Dita akhirnya keluar juga…
(Sumber: imajinasitingkatrendah.com)

Begitulah kurang lebih proses lahirnya kami ke dunia, dari mulai awal kehidupan kami pun, kami sudah dapat berkomunikasi, hebat khan!!! Hehe…

Sampai ketemu di cerita kami selanjutnya… Salam KEMBAR!!!

Wassalamu’alaikum…

Selasa, 29 Maret 2011

[Review Buku] Fakta & Data Yahudi di Indonesia Dulu dan Kini


Buku yang sekarang akan saya review berjudul “Fakta & Data Yahudi di Indonesia Dulu dan Kini” karya Ridwan Saidi dan Rizki Ridyasmara. Buku keluaran tahun 2006 ini mengungkap fakta dan data Yahudi di Indonesia dari zaman Hindia Belanda sampai era modern sekarang ini. Ya, memang sedikit banyak menuai kontroversi. Ketika saya mencoba mencari informasi tentang buku ini di Google, yang saya dapatkan adalah berita tentang pengaduan salah satu musisi papan atas ke pihak kepolisian terhadap penulis buku ini. (http://wartabaru.com/penulis-buku-fakta-dan-data-yahudi-di-indonesia-dilaporkan-polisi/). Lepas dari segala kontroversi yang ada, saya menilai buku ini cukup informatif.

Ketika pertama kali membacanya, saat saya masih sebagai anak SMA yang sangat haus akan informasi, dengan membaca buku ini setidaknya membuat saya lebih berhati-hati. Mungkin sebagian orang yang membacanya akan sering berujar, “Ohhh,,, begitu.”

Mengutip penggalan kalimat dalam bab Pengantar Penerbit, KHALIFA:

“Dan di Indonesia adalah salah satunya. Di bumi pertiwi ini rupaya mereka sudah cukup lama ‘bermain’. Hanya saja banyak yang tidak sadar, atau pura-pura tidak sadar. Buku yang ada di hadapan Anda ini sebenarnya sudah terbit di awal tahun 90-an. Secara khusus, buku ini ingin membuka mata Anda –mata kita semua- bahwa negeri tercinta ini pun tak luput dari permainan licik Yahudi. Kini, kami kembali menghadirkannya untuk Anda dengan berbagai revisi dan tambahan. Termasuk ulasan tentang adanya keterkaitan Yahudi –setidak-tidaknya secara simbolik- dengan salah satu grup band papan atas Tanah air yang banyak digandrungi; D***.”

Fakta-fakta yang dihadirkan dalam buku ini cukup mencengangkan. Bahkan ada beberapa tokoh yang disebutkan terlibat dengan gerakan Yahudi di Indonesia, yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Penjelasan demi penjelasan membuat mata ini semakin terbuka lebar. Data-datanya pun lengkap, jadi tidak sekedar uraian, alias ada bukti otentik yang juga disebutkan dalam buku ini.

Finally, percaya atau tidak itu tergantung pribadi masing-masing. Tapi sekali lagi, secara pribadi buku ini ‘membimbing’ saya untuk selalu berhati-hati dan sadar bahwa masih banyak pe-er dakwah yang terbengkalai.

Selamat membaca :)

Data Buku:
Judul                                 : Fakta & Data Yahudi di Indonesia Dulu dan Kini
Halaman & Tebal              : xvi + 232 hlm.: 17,5 cm.
Penulis                              : H. Ridwan Saidi dan Rizki Ridyasmara
Penerbit                            : KHALIFA (Pustaka AL-KAUTSAR Grup),
Cetakan                            : Pertama, Februari 2006






Tulisan Perdana

Bingung mau posting apa, akhirnya ubek-ubek kembali file di laptop, berharap menemukan tulisan yang bisa diposting di blog ini. Hehe,,, Eh,,, tak dinyana ketemu sama tulisan perdana yang dulu diposting di notes FB. Hoho,, setelah dibaca lagi, ternyata sangat idealis. Haha,,, ya sudahlah, semoga bermanfaat. :)

PENA PERADABAN

Hanya ingin menulis apa yang ingin ku tulis
Biarlah,,,
Yang penting aku suka menulis,,,
Menulis bisa membuat gundahku sirna,,,
Dari pada harus mengeluarkan kata-kata melalui indera
Yg kadang lepas kendali tak terjaga

Yahhhh,,, biarlah,,, biarkan,,, biarpun,,,
Tak semua orang menghargainya
Tak seorang pun sudi membacanya
Lagi pula ku tak benar-benar butuh orang untuk membacanya

Ku hanya puas dengan karyaku
Tak agung
Tak pula banyak segunung
Tapi produktif
Dan juga aktif

Tapi ku sadar kawan
Tulisan bisa berbuat lebih dari sekedar kepuasan
Maka,
Untukmu kawan peradaban
Tulislah karyamu dengan pena kebenaran
Hingga pada akhirnya
Tulisanmu tak sekedar kepuasan
Melainkan berbuah pahala tak tertahan
Ya,,, karena kau menggunakan PENA PERADABAN.

KEMBAR (Tentang Diriku dan Dirinya)


Merasa special, karena KEMBAR
Merasa unik, karena KEMBAR
Merasa beruntung, karena KEMBAR
Merasa bahagia, karena KEMBAR

Walau kadang aku pun,,,

Merasa aneh, karena KEMBAR
Merasa sebel, karena KEMBAR
Merasa bosan, karena KEMBAR
Merasa,,, kayaknya lebih enak gak kembar deh!

Hmmm,,, ya itulah rasanya punya saudara KEMBAR.
Nano-nano banget rasanya.

Dan yang paling repot ketika harus menjawab pertanyaan2 yang selalu saja sama dari setiap orang yang baru tahu kalau aku kembar:

1. Gimana sih rasanya punya kembaran?
2. Suka berantem gak?
3. Sakitnya suka barengan gak?
4. Perasaannya suka sama gak sih? telepati gituhhh
5. Bedanya apa sih antara kalian?

de el el,,,


Dan ungakapan atau ekspresi yang biasa dilontarkan orang-orang adalah:

"Wahh,,, seru ya punya kembaran, bisa tuker2an peran, bisa kasih contekan ujian, de el el."

(tuker2an peran? Jauh cuy, antara Ciputat dan Bandung, Kasih contekan??? NO WAY!!!)

"nanti jodohnya kembar juga ga ya???"

(Wallahu'alam bish shawab)

"ihh,, punya saudara cowok yang kembar juga ga??? Biar nanti punya anak kembar juga gituh,,,"

(Gubraksss)

"kalo menurutku, yang lebih cantik yang ini deh, yang lebih pinter yang itu deh, yang lebih jutek yang ini deh, yang lebih galak yang itu deh,,, dan yang yang, yang lainnya"

(Jujur, orang kembar tuh paling gak suka dibanding2kan)

wuuuiiihhh,,, ampe bosen kadang dengernya.
Tapi, itu lah menjadi kembar.
Yang Allah karuniakan kepadaku.

Ini lah kami dengan apa adanya.
Pribadi kembar adalah tetap dengan keunikannya masing-masing.

Kembar memang unik. Dan aku mensyukurinya sebagai kado terindah dari Allah SWT.
Alhamdulillah.

yah,,, ini hanya sepenggal pengalamanku menjadi seorang KEMBAR. Dan masih banyak lagi pengalaman luarbiasa lainnya, yang hanya bisa dinikmati oleh orang-orang kembar.^_^

Terspecial untuk Saudari Kembarku, DITA FATWA.
Syukran jiddan telah sudi menjadi kembaranku.
Maaf telah sering merepotkanmu.
Maaf belum bisa memberikan yang terbaik sebagai seorang kakak.

Semoga bisa selalu bersama, dalam jihad fi sabilillah. AllahuAkbar!

Mencintaimu, karena ALLAH. Alaways! Forever!

Senin, 28 Maret 2011

Leonard With No "O" (5)

Kertas Lee Kyung

“Aku pergi. Jadilah manusia yang baik sepanjang hidupmu.”

-Saranghaeyo, Lee Kyung-

***

Kampus SNU, Seoul.

Leon melipat kembali kertas yang baru saja dibacanya, menyimpannya kembali ke dalam dompet. “Besok aku akan menemuimu,” gumam Leon dalam hati, tersenyum datar. Menghirup udara perlahan, mencoba menghadirkan sosok yang dirindukan dalam alam bawah sadar.

Hari yang tidak terlalu panas, sangat nyaman duduk di kursi taman kampus dengan cuaca seperti ini. Setelah masuk Seoul National University, duduk di kursi taman kampus, menjadi kebiasaan Leon sekarang. Seperti saat pertama kali Leon datang ke SNU.

“Leon!” seseorang memanggil. Ternyata Lasmi, gadis India yang selama dua bulan terakhir ini dekat dengan Leon. Berbeda dengan teman Koreanya yang lebih nyaman dengan sesamanya, Leon yang sudah terbiasa dengan perbedaan –bangsa- dalam keluarganya, cukup mampu menyesuaikan pergaulan, termasuk kepada gadis India itu. Maka tak heran, jika keduanya terlihat semakin akrab kian hari.

Leon menengok, “Ne.” balas Leon ketika Lasmi sudah berdiri di depannya.

“Mwo hago isseumnika?” Berkat Leon, kini Lasmi lebih lancar berbahasa Korea.

“Anjda.” Jawab Leon datar.

“Hmm,,, I know that. Maksudku,,, mmm,,, ah,,, sudahlah. Sepertinya, kamu sedang tidak ingin diajak bicara. Baiklah, tak apa. Aku pergi. Bye!” Lasmi melambaikan tangannya, hendak pergi meninggalkan Leon.

Leon menahan tangan Lasmi, “Ada apa?” akhirnya ikut berdiri.

“Gwaenchanayo!” Kini Lasmi yang menjawab singkat.

“Jeongmalyo?” Leon tidak percaya.

“Ne.”

“mmm,,, Kau sudah makan siang?” Leon mencoba mengalihkan pembicaraan, menyadari –mungkin- Lasmi tersinggung dengan jawaban singkatnya tadi.

Lasmi menggeleng.

“Kalau begitu, ayo kita makan bersama.” Ajak Leon.

“Aniyo!” Lasmi sepertinya sudah kehilangan selera.

“Waeyo? Baiklah, aku yang traktir. Bagaimana?”

“Jeongmalyo?” Lasmi mulai terpengaruh, tersenyum senang.

“Tentu saja. Ayo pergi.” Leon ikut tersenyum.

***

Sementara itu di saat yang sama, Mummy yang sedang sibuk di kantor redaksinya tiba-tiba termenung. Matanya tertuju pada kalender di meja kerja, satu tanggal dilingkari merah di sana. Kemudian Mummy pun menelepon Duddy.

“Halo sayang!”

“Ya, halo sayang. Ada apa?”

“Sedang sibuk?” Tanya Mummy basa-basi.

“Tidak juga. Duddy baru saja selesai rapat.” Jawab Duddy sambil menandatangani berkas yang diberikan sekretarisnya. “Ada apa sayang?”

“A,,, Geuraeyo? mmm,,, Duddy ingat kan besok tanggal berapa?” Mummy langsung ke topik pembicaraan.

“Ne. Besok kan tanggal… “ kalimat Duddy tertahan, suaranya tercekat melihat tanggalan kalender di meja kerjanya.

“Ya Duddy, besok,,, besok adalah hari…” belum sempat Mummy menyempurnakan kalimatnya, Duddy menyela.

“Maaf sayang, aku ada rapat lagi. Kita bicarakan ini nanti di rumah. Bye, saranghaeyo!”

Tut,,, tut,,, tut,,, telpon terputus.

Terlihat sekali Mummy kecewa dengan jawaban Duddy tadi. “Duddy,,, sampai kapan mau seperti ini?” Mummy menghela nafas, menyandarkan punggung ke kursi kerjanya yang empuk. Selalu saja tanggapan Duddy seperti itu, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Besok...” Gumam Mummy lirih. Pikirannya menerawang, mengingat sesuatu. Matanya terpejam sejenak, mencoba menghilangkan sesak yang tiba-tiba datang menghampiri. Setelah merasa tenang, Mummy memanggil sekretarisnya.
“Paula, ada hal penting yang harus saya lakukan. Jadi tolong kosongkan jadwal saya besok.” Suruh Mummy kepada sekretarisnya yang juga berkebangsaan Inggris.

 “Besok? Mmm,,,” Sesaat sekretarisnya merasa heran mengapa tiba-tiba bosnya minta dikosongkan jadwal.

“Ya, besok. Agenda yang terjadwal, ubah saja harinya. Jika ada yang menanyakan nanti, bilang saja saya ada urusan keluarga yang sangat penting.” Mummy kembali menegaskan.

“Baik Nyonya Han. Akan saya lakukan. Ada lagi?” Meski masih belum ngeh, Paula tetap mengiyakan perintah bosnya itu.

“Tidak ada. Kau boleh pergi Paula. Terima kasih.” jawab Mummy sambil tersenyum tipis.

“Baik Nyonya. Kalau begitu, saya permisi.”

Sebelum pergi, sekilas Paula melihat kalender yang tadi dipegang Mummy dan ia akhirnya mengerti mengapa bosnya meminta pengosongan jadwal besok. Ya, siapa yang tidak ingat dengan tanggal itu.

***

“Apa makanannya enak?” Tanya Leon saat dirinya dan Lasmi makan siang di restaurant dekat kampus SNU. Jam makan siang, restauran terlihat ramai.

“Ne.” Lasmi tersenyum menikmati Kimbab yang sedang dilahapnya.

“Ah,,, tentu saja. Masakan Korea memang yang terbaik.” Leon menyeringai, menghabiskan suapan terakhir Kimchi-nya.

“Masakan India lebih enak.” Lasmi tidak mau kalah. “Suatu saat, kau harus mencobanya juga. Aku jamin kau pasti suka.”

“Benarkah?” Alisnya terangkat, Leon tidak terlalu percaya dia bisa menikmati masakan India.

“Lain waktu aku akan mengajakmu ke restaurant India paling enak di kota Seoul.” Ucap Lasmi semangat sambil mengacungkan jempolnya yang masih memegang sumpit.

“Tentu saja itu harus! Setelah aku mentraktirmu hari ini, apa kamu pikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja? Hah? Hahaha,,,”

“Hahaha,,, benar! Uhukk,,, uhukk,,,” Lasmi menepuk-nepuk dadanya, tersendak.

“Aigoo,,, Kamu seharusnya lebih berhati-hati ketika makan. Ini minum!” Leon memberikan segelas air.

“Gomawo. Hehe,,,”

“Kudengar, kamu akan pulang ke India liburan nanti?” Tanya Leon setelah mereka selesai makan.

“Ya, tentu saja. Aku sudah sangat rindu dengan keluargaku. Memangnya kenapa? Kamu ingin ikut? Hehe,,,” Lasmi mencoba bercanda.

“Yang benar? Kalau begitu, izinkan aku ikut. Aku ingin mengenal keluargamu lebih dekat.” Leon berkata dengan serius.
“What?” Lasmi terperanjat, kaget.

Leon tersenyum, “Hahaha,,, kamu sangat lucu kalau sedang terkejut, Lasmi. Mirip sekali ekspresinya dengan Mummy.”

Lasmi cemberut, “Tidak lucu!”

“Haha,,, yaya,,, Jeosonghaeyo.” Leon berhenti tertawa. Tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka.

“Sillyehamnida. Boleh aku duduk di sini?”

“Oh,,, Ne,,, Mullonimnida. Silakan.” Ucap Leon sedikit kikuk.

“Ajeossi,,,” Lasmi ikut bicara.

“Sepertinya, bahasa Koreamu sudah lebih berkembang sekarang, Lasmi. Hehe,,, Bahkan kamu memanggil paman dengan sebutan Ajeossi.” Mr.Salman tersenyum. Ya, Mr.Salman ternyata adalah paman dari Lasmi yang juga merekomendasikan Lasmi untuk kuliah di SNU.

“Ne, mullonimnida.”

“Wow, bahkan kamu sudah bisa menjawab dengan bahasa Korea. Tidak sia-sia kamu berteman dengan Mr.Leon.” Mr.Salman melirik ke arah Leon, kembali tersenyum. Yang dilirik hanya tersenyum kaku.

“Eng… Lasmi gadis yang pintar, sangat mudah mengajarinya Mister. Well, sepertinya kalian ingin ngobrol. Kalau begitu, saya permisi dulu.” Leon hendak berdiri.

“Apakah aku mengganggu kalian?” Mr.Salman merasa tidak enak hati.

“Aniyo. Saya kebetulan memang harus segera pergi. Ada yang harus saya persiapkan untuk besok. Kalau begitu saya permisi. Lasmi, aku pergi dulu ya.” Leon berdiri, memanggil pelayan restaurant untuk membayar.

Lasmi mendelik ke arah Mr.Salman, menunjukkan ekspresi dasar tukang pengganggu. Mr.Salman hanya mengangkat bahu, cuek.

“Mr.Salman, Lasmi, meonjeo galkeyo!” Leon membungkuk dan berlalu pergi.

Setelah Leon benar-benar pergi, Lasmi menundukkan kepalanya. Merasa tidak enak terhadap Leon.

“Sudah, tidak usah terlalu dipikirkan.” Mr.Salman mencoba mencairkan suasana.

Lasmi tidak menjawab, matanya sedang menatap sesuatu di bawah meja. “Kertas?” gumamnya lirih. Langsung mengambil kertas yang terjatuh itu. Sepertinya Leon menjatuhkan sesuatu tadi.

“Apa? Kamu bilang apa tadi?”

“Oh,,, tidak paman. Tidak apa-apa.” Lasmi mengelak, buru-buru memasukkan kertas ke dalam tasnya. “Bukankah ini kertas yang tadi dipegang Leon di taman?” Benak Lasmi.

“Maaf paman, Lasmi tidak bisa menemani paman makan siang hari ini. Lasmi harus pergi.”

“Kenapa? Kamu masih marah?” tebak Mr.Salman.

“Aniyo. Aku memang harus segera pergi. Kalau begitu, aku permisi paman. Bye.”

“Ta,,, tapi,,, Lasmi,,,” tak sempat Mr.Salman bertanya lebih lanjut, Lasmi sudah keburu keluar.

***

Apartement Lasmi, Seoul.

Penasaran, Lasmi mulai membuka lipatan kertas yang ia temukan tadi. “Ah,,, jangan dibuka Lasmi, itu milik Leon. Kamu tidak berhak membukanya.” Lasmi ragu.

“Tapi aku penasaran. Karena tadi, ketika aku menghampirinya di taman, mukanya kelihatan muram setelah membaca kertas ini. Kira-kira apa isi kertas ini ya?” Sisi hatinya yang lain memberontak.

“Buka tidak ya,,, Hmm,,, buka saja sepertinya. Nanti pasti aku kembalikan kok. Aku hanya penasaran.” Lasmi meyakinkan dirinya sendiri.

“Ya, tak apa. Aku akan membukanya.”

Tiga menit berlalu, Lasmi selesai membaca semua kalimat demi kalimat dalam kertas milik Leon. Lasmi terdiam untuk beberapa saat lantas bergumam “Lee Kyung, Leon,,,”

- = B E R S A M B U N G = -

NB:
- Ne = Ya
- Aniyo = Tidak
- Mwo hago isseumnika? = Sedang apa?
- Anjda = Duduk
- Gwaenchanayo = Tidak apa-apa
- Jeongmalyo? = Sungguh?
- Waeyo? = Kenapa?
- A,,, geuraeyo? = Oh,,, begitu?
- Saranghaeyo = Aku mencintaimu
- Aigo = Astaga
- Gomawo = Terimakasih
- Jeosonghaeyo = Saya minta maaf
- Sillyehamnida = Permisi
- Mullonimnida = Tentu saja
- Meonjeo galkeyo = Saya pergi duluan.

- Kimbab, sejenis Sushi ala Korea. Berupa nasi yang digulung dan di dalamnya terdapat rumput laut.
- Kimchi, makanan khas Korea yang biasanya merupakan sayuran yang rendah kalori dengan kadar serat yang tinggi (misalnya bawang, kacang panjang, selada, dan lain-lain) yang dimasak sedemikian rupa dengan bumbu dan rempah-rempah sehingga menghasilkan rasa yang unik dan biasanya pedas.

REFERENSI:

http://blogapni.blogspot.com/2011/03/lessons-berbicara-percakapan-pendek.html

http://www.angelfire.com/gundam/sartohalim/sosial_budaya.htm

Jumat, 25 Maret 2011

Ayah, Aku Rindu.

Listen to me
I remember to you now,,,
Listen to me
I think of you now,,

Merindukan bersandar pada pundak yang begitu kokoh,
Merindukan canda pada pribadi yang begitu bersahaja,
Merindukan bijak pada sikap dan tutur kata.

Ya, I can't cry in front of you.
Ya, I can't tell my life story to you.
Ya, I can't be a proudly daughter for you.

Say something,,,
Please!
I need it now...

This burden is so hard to pass away,,,
Like I wanna died right now...
Lenyap,,, hilang,,, purna sirna,,,


Listen to me
I remember to you now,,,
Listen to me
I think of you now,,

Ingatku padamu mungkin tak seberapa dengan ingatmu padaku
Doaku padamu mungkin tak seberapa dengan doamu padaku

Aku hanya rindu. Hanya rindu, padamu.

[Review Buku] Bidadari-Bidadari Surga

"Laisa bukan gambaran wanita "ideal" di layar kaca yang "bening, licin, dan wangi". Namun padanya setiap perempuan bisa berkaca soal keteguha hati, kemandirian, cinta, dan keikhlasan. Begitu nyata dan sangat membumi." -Jamil Zirlyfera, Pemimpin Redaksi ANNIDA

Berkisah tentang pengorbanan seorang Kak Laisa untuk adik-adiknya, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Perjuangannya untuk tetap berdiri tegak sebagai seorang anak sulung. Gadis kampung dengan keteguhan dan ketulusan hati mendalam, gadis kampung yang tak pernah lulus SD, namun memiliki perkebunan strawberry yang maju, Gadis kampung yang walau sampai akhir hayatnya tidak pernah merasakan "pernikahan", namun sejatinya ia adalah bidadari surga.

Tidak mungkin tidak menangis. Ahh,,, bagaimana tidak! Kepiawaian Bang Tere dalam mendeskripsikan tokoh Kak Laisa, begitu menyentuh, begitu nyata, namun tetap sesuai logika. Tidak berlebih-lebih, semuanya pas, semuanya...

Begitu juga dengan sosok-sosok adik dari Kak Laisa. Betapa pun mereka dengan karakter yang sangat berbeda, semua sangat menginspirasi. Dihiasi dilema adik-adiknya yang berat hati 'melangkahi' sang Kakak untuk menikah, semuanya memberi pelajaran berarti. Pelajaran kasih sayang, pengorbanan, ketulusan, dan kerja keras yang selalu ditanamkan Kak Laisa kepada adik-adiknya, semuanya begitu berharga. Tak salah jika saya harus memberi bintang 5 dari 5 bintang kepada novel ini.

Epilog Novel Bidadari-Bidadari Surga

Dengarkanlah kabar bahagia ini.
Wahai, wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah 'terpilih' di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah). Yakinlah, wanita-wanita shalehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, berbagi, berbuat baik, dan bersyukur. Kelak di hari akhir, sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar, bidadari surga parasnya cantik luarbiasa.

Kamis, 24 Maret 2011

Andai Kau Tahu Betapa Aku Mencintaimu

Bismillah...

Di suatu sore yang tenang, di sebelah tempat wudhu akhwat, masjid Al-Furqan UPI, duduklah dua orang sahabat bernama Sarang dan Lemon. Tempat tersebut menjadi tempat favorit mereka untuk melepas penat dari aktivitas kampus yang mereka jalani. Atau sekedar menyendiri di pagi kampus yang sejuk, sembari menunggu jam masuk kuliah 08.40. Hari itu seperti biasa, Sarang dan Lemon duduk mengobrol sambil menunggu adzan shalat 'Ashar berkumandang.

*******

3 hari sebelumnya,,,

'Mon, ini bagus gak bukunya? Tanya Sarang kepada Lemon.

'Buku apaan? mana coba lihat sini! Hmmm,,, Lumayan, buku saku. Cie,,cie,,, buat siapa tuh bukunya. Ehm... Ehm...' Ucap Lemon.

'Enggak kok, ingin beli aja. Mumpung lagi di pameran buku. Kapan lagi "hunting" buku-buku murah. Ya kan?' Jawab Sarang menjelaskan.

'Ya udah, sok atuh dibeli. Udah mau tutup nih tokonya, ini kan hari terakhir pameran. Udah hampir jam 9 malem pula. Ayo! Habis ini kita pulang. Ok!' Ajak Lemon menyudahi agenda "hunting" buku mereka.

*******

Tidak ada yang spesial hari itu ketika Sarang dan Lemon duduk mengobrol menunggu waktu shalat 'Ashar. Hingga ketika adzan berkumandang, tiba-tiba Sarang memberikan sesuatu kepada Lemon.

'Ini untukmu. Semoga suka. Met milad ya ukhti!' Ucap Sarang sembari menyerahkan sebuah buku saku kepada Lemon.

Sambil senyum-senyum saat membaca judul buku itu dan teringat kejadian tiga hari lalu, Lemon berkata: 'Udah tahu kok, ukh!' Seolah menimpali judul bukunya 'ANDAI KAU TAHU BETAPA AKU MENCINTAIMU'.

Senyum pun merekah di wajah-wajah lelah mereka. Sarang dan Lemon.

Inspired by: SarangLemon only! ^_^

*******

...

Hari ini mungkin kita hanya dapat tidur di atas hamparan bumi, tetapi esok insya Allah kita akan tidur di atas hamparan permadani. Katakanlah "amiin", semoga dapat terwujud.

Selanjutnya, apakah engkau sudah tidak mau lagi kita sama-sama duduk bersama dan saling berdampingan? Ya, memang kita telah jarang melakukannya, tetapi aku merasa banyak keberkahan yang tidak pernah aku rasakan saat kita masih kecil. Ini semua adalah keberkahan do'a.

Aku tidak sedang mencoba membela diriku sendiri. Aku hanya berusaha membela rasa cintaku. Akan tetapi, sudahlah, tidak mengapa. Semoga Allah memberikan ganjaran terbaik karena dahulu engkau pernah mengingatkanku. Aku akan terus berusaha agar seruanku ini sampai kepada dirimu.

Dari buku 'Andai Kau Tahu Betapa Aku Mencintaimu' hal: 37.

*******

Untuk itu, aku tidak akan menyerah. Doakan ya kawan! ^_^

Ayahku Dahsyat

Dia yg selalu beri semangat
Untuk selalu bermanfaat

Ayahku memang hebat
Bukan karena dia jago debat
Apalagi jago manjat

Ayahku hebat, KARENA,,,

Dia tak pernah mengeluh
Saat harus menjemput anaknya yang jauh
Walau harus menanggalkan jadwal kerjanya, yang juga penuh.

Dia tak lagi marah
Saat anak2nya banyak salah
dia selalu berwajah cerah
Walau dalam hati, bisa jadi kesal teramat parah

Ayahku memang keren
Bukan karena dia banyak friend
Apalagi karena dia suka makan duren

Ayahku keren. KARENA,,,

Dialah yg selalu berpikir bagaimana anak2nya bahagia
Walau lelah menjadi teman setia
Mencari rizki di dunia
Hingga sampai di ujung usia

Ya Allah,,,

Ampunilah dosa2nya,,,
Berkahilah umurnya,,,
Terimalah segala amalnya,,,
Tentramkanlah selalu hatinya,,,

Amin.

Untuk Ayah yg LuarBiasaDahsyat!

Leonard With No "O" (4)

Bapak Diplomat

“Bukankah nama belakangnya sama dengan nama gadis yang waktu itu? Apa hubungan dosen ini dengan gadis itu? Orangtuanya kah?” Tanya Leon dalam hati, masih bingung dengan kesimpulannya sendiri.

“Lasmi, how about you?” suara Mr. Salman (selanjutnya kita sebut Mr.Salman) membuyarkan lamunan Leon.

“Yes, sir. Hmm,,, I like…”

Leon reflek memutar kepalanya ke seluruh penjuru kelas, mencari sumber suara. Dan, “Oh My God! Beautiful!” Batin Leon. Seorang gadis manis India berdiri di baris ke-5 pojok sebelah kanan. 3 menit, Leon tak sadar terus memperhatikan Lasmi, lantas tersenyum sumringah, salah tingkah. Senyum Leon semakin lebar saat tak disangka-sangka, Lasmi membalas senyum itu. (Prikitiew,,, Indonesia Mode On ^_^V)

***

Senyum Leon bertahan sampai ia pulang ke rumah sore harinya. Seperti biasa, Mummy dan Duddy belum pulang. Maka, Ajeossi Soon lah satu-satunya orang yang tepat menampung segala galau hatinya saat ini.

“Ajeossi, mmm,,, Siapa cinta pertama Ajeossi? Bagaimana rasanya ketika pertama kali mengalaminya?” Tanya Leon ragu (baca: malu-malu) saat keduanya sudah duduk di ruang tengah.

“Maksud Tuan Muda? Apakah Tuan Muda sedang jatuh cinta? Haha,,,” Bukannya menjawab, Ajeossi Soon justru menggoda Leon. Tertawa ringan.

Dasar Leon, bukannya marah karena digoda, ia justru semakin tersenyum malu-malu. Ajeossi Soon tahu benar apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya.

Menyadari dirinya yang sejak tadi hanya senyam-senyum, Leon melanjutkan “Ajeossi,,, sudahlah. Leon yang bertanya, Ajeossi tinggal jawab saja. Apakah Ahjumma Soon (Istinya Ajeossi Soon) adalah cinta pertama Ajeossi?” Tak sabar dengan jawaban Ajeossi, Leon bertanya kembali, semakin antusias.

“Tidak ada yang yang istimewa dengan kisah hidup saya, Tuan Muda. Termasuk cerita cinta pertama saya. Haha,,,” Jawab Ajeossi Soon masih dengan menahan geli mendengar pertanyaan Leon yang beda dari biasanya.

“Yahhh,,, Ajeossi,,, Benarkah tidak ada yang bisa diceritakan.” Leon mendengus kecewa.

“Tapi,,,” lanjut Ajeossi Soon, “mungkin saya bisa menceritakan kisah yang lain. Tuan mau mendengarnya?”

“Benarkah? Kalau begitu, cepat ceritakan Ajeossi!” Pinta Leon bersemangat.

“Baiklah Tuan Muda. Hmm,,,” Ajeossi Soon pun mulai bercerita, menarik napasnya dalam-dalam lantas menghembuskannya perlahan.

“25 tahun silam, seorang pemuda Korea sedang mengikuti sebuah pertemuan di kota New York, kota tempatnya menimba ilmu untuk studi magisternya. Sebuah pertemuan internasional. Pemuda yang tampan walau jika dilihat sekilas, terlihat dingin dan kaku.” Ajeossi Soon melirik Leon sejenak, lantas melanjutkan, “Pertemuan itu dihadiri oleh banyak perwakilan Negara-negara di dunia. Dan pemuda itu mewakili Negara Korea.”

Leon menyela, “Apakah pemuda itu Ajeossi Soon?”

“Haha,,, tentu saja bukan, Tuan Muda. Sudah saya katakan tadi, tidak ada kisah hidup saya yang layak diceritakan.”

“Ohh,,, baiklah. Lanjutkan Ajeossi!”

“Pertemuan internasional itu menjadi titik awal mengawali karirnya. Bagaimana tidak, dalam pertemuan tersebut bahkan hadir beberapa kepala Negara di dunia, mulai dari Amerika Serikat, Australia, Jepang, Inggris, dan lain sebagainya. Dan,,,”

“Dan jangan bilang Ajeossi hanya akan bercerita tentang pertemuan internasional itu?” Leon kembali menyela, tidak sabar.

“Tenang Tuan Muda, saya baru akan menceritakan intinya. Bersabarlah sedikit. Haha,,, saya sudah tua, jadi harap maklum kalau saya menceritakannya pelan-pelan.” Jawab Ajeossi Soon membela diri.

“Ya ya ya,,, maafkan Leon. Silakan lanjutkan Ajeossi. Hehe,,,” Leon tersenyum sambil membenarkan posisi duduknya, bersiap mendengarkan kembali.

“Dan di pertemuan itu, si pemuda menemukan cinta sejatinya… Cinta pertama dan satu-satunya…”

***

Gedung Pertemuan Universitas Columbia, New York.

“Narcotics or drugs have become a culture of fear to generations of nations in the world. It could happen in our country, our campus, our home environment, or even in our own homes. Today, in front of this honorable assembly, in truth we are not discussing the others. But we are talking about ourselves. What can we do for our families, our relatives, and our nation all?” Dengan bahasa Inggris yang fasih, pemuda Korea itu memulai sambutannya di hadapan majelis Internasional. Pembawaannya tenang, namun tetap tegas di setiap katanya. Dilihatnya sekeliling ruangan, hening, semua mata terfokus pada dirinya saat ini.

Maka lanjutnya, “Seperti Nona yang berada di hadapan kita saat ini. Nona ini dengan susah payah membebaskan dirinya dari belenggu candu narkotika. Dan sekarang, Nona ini datang, untuk berbagi kisah kepada kita semua. Beri tepuk tangan semuanya!” Ucap pemuda Korea itu sambil menunjuk seorang gadis yang duduk di kursi audiens paling depan. Gedung pertemuan itu pun membahana dengan suara tepuk tangan.

Tiba-tiba…

“What??? Are you crazy?” Gadis itu berteriak kaget, bingung bercampur marah. “I’m not an ex.drug addict! She is!” Gadis itu pun menunjuk wanita yang berada di sebelahnya.

Semua audiens terdiam, tak terkecuali pemuda Korea itu.

***

“Begitulah, pemuda Korea itu ternyata salah kira. Gadis yang disebutnya sebagai pecandu narkoba itu sebenarnya adalah perwakilan mahasiswa dari Universitas London. Dia salah menghitung baris kursi. Panitia telah memberitahu sebelumnya, bahwa narasumber yang akan dihadirkan sudah duduk di kursi nomor 7, sedang pemuda Korea itu malah menunjuk kursi nomor 6, tempat gadis itu duduk. Gadis itu memang terlihat lesu, matanya sayu, dan terkesan di bawah tekanan, layaknya seseorang yang pernah memakai narkoba. Haha,,, Padahal maklum saja, gadis itu baru tiba di New York pagi harinya dan langsung menghadiri pertemuan internasional itu, setelah tepat sehari sebelumnya berkutat dengan tugas akhir universitas. Melelahkan, tentu saja. Sebagai perwakilan almamaternya, gadis itu tentu sangat bersemangat hadir. Namun apa daya, dirinya begitu lelah hingga akhirnya dikira sebagai narasumber mantan pecandu narkoba. Haha,,,” Ajeossi Soon kembali tertawa.

“Haha,,, kasihan sekali gadis London itu.” Leon pun ikut tertawa dan sesaat kemudian kembali serius, “tapi Ajeossi, di mana letak kisah cintanya?”

***

Seoul National University, Seoul.

“What??? Kamu lagi rupanya. Sedang apa kamu di sini?” Gadis London itu kaget, tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya kini. Ingatannya langsung mengarah ke kejadian setahun silam di Columbia University.

“Seharusnya saya yang bertanya, sedang apa kamu di sini?” Pemuda Korea itu balik bertanya. “Ini Negara saya, wajar kalau saya di sini.”

“Lantas, kalau saya bukan orang Korea, saya tidak berhak berada di sini, hah???” Gadis itu tidak mau kalah dan langsung berlalu pergi. “Hanya dosen saja, sombongnya minta ampun!” ucapnya sedikit berteriak yang tentu saja terdengar oleh pemuda itu.

Belum dua meter kaki gadis London itu melangkah, seseorang berlari ke arah pemuda Korea tersebut. “Bapak Diplomat, selamat datang, selamat datang di kampus kami. Kami sudah menunggu sejak tadi. Mari saya antar ke ruang seminar.”

“What??? Diplomat?” Bagai dihantam bongkahan batu gunung, gadis London itu terpaku. Kali ini dirinya yang merasa sangat malu.

***

“Hahaha,,, gadis London itu pasti malu sekali. Ya kan Ajeossi. Dan satu lagi, sepertinya dia hobi sekali mengatakan –What-? Haha,,,” ucap Leon sambil mencoba meniru expresi muka saat si gadis London mengatakan ‘What?’, lalu tertawa terbahak.

“Ya, tentu saja gadis London itu malu sekali, Tuan Muda. Orang yang dia kira hanya dosen muda di kampusnya, ternyata seorang diplomat. Sungguh kesimpulan yang gegabah. Haha,,,” Ajeossi Soon pun ikut tertawa.

Tiba-tiba Leon berhenti, lalu menatap Ajeossi Soon dan berkata, “London? Korea? Jangan-jangan…”

“Betul Tuan Muda. Pemuda Korea dan Gadis London itu adalah Duddy dan Mummy Leon, alias Tuan dan Nyonya Han. Itulah kisah pertama kali mereka bertemu. Baik pertemuan di New York atau pun di kampus SNU, keduanya memberi kesan yang mendalam, untuk tidak bilang memalukan. Haha,,,”

Tett,,, Tett,,, Suara mobil memasuki halaman rumah. Mummy dan Duddy terlihat sangat lelah setelah seharian bekerja. Ajeossi Soon yang menyadari kedatangan keduanya, segera membukakan pintu.

“Selamat malam Tuan, Nyonya!” Ucap Ajeossi Soon lembut.

“Selamat malam Ajeossi!” balas keduanya kompak.

Leon yang sedari tadi masih duduk di ruang tengah, ikut menghampiri. “Selamat malam Bapak Diplomat. Hahaha,,,” Ucap Leon sambil tertawa dan langsung berlari menuju kamarnya.

“AJEOSSI!!!” Mummy dan Duddy melotot ke arah Ajeossi Soon.

- = B E R S A M B U N G = -

Rabu, 23 Maret 2011

[Review Buku] Rembulan Tenggelam di Wajah-Mu

Novel keluaran tahun 2007 ini baru saja selesai saya baca. Karya apik dari seorang novelis, Darwis Tere-Liye, ini begitu mendalam. Berkisah tentang hidup seorang anak manusia bernama Ray. Awalnya saya sedikit bingung dengan alur cerita dalam novel ini, maklum, novel ini memang menggunakan alur cerita maju mundur. Bagi yang tidak terbiasa, bisa jadi bingung seperti saya. Namun, lama kelamaan saya mengerti kemana arah yang ingin Bang Tere (sapaan Darwis Tere-Liye) sampaikan kepada pembaca setianya.

Mencomot salah satu komentar di cover belakang novel ini, Muhammad Nadjib (Anggota DPR RI), "Misteri kehidupan, merupakan ranah yang diselimuti oleh tabir berlapis. Tak seperti penulis kebanyakan yang berusaha menyingkap tabir ini, Tere Liye malah menawarkan cara bagaimana menyikapinya, sehingga kita tidak tertipu oleh fatamorgana kebahagiaan yang selalu diburu umat manusia. Dengan cara ini penulis sebetulnya menuntun pembaca pada jalan menuju kebahagiaan sejati."

Saya sangat sepakat dengan komentar di atas. Kisah hidup Ray, tokoh utama dalam novel ini, dituturkan dengan cara yang berbeda. Diceritakan, Ray seorang anak manusia biasa (seperti kita kebanyakan), sepanjang hidupnya dikungkung oleh 5 pertanyaan yang tidak ia temukan jawabannya sampai menjelang ajal. Kelima pertanyaan tersebut akhirnya terjawab dengan sebuah kisah perjalanan masa lalu. Di dampingi oleh seorang malaikat (entahlah apa namanya) yang membimbingnya menemukan jawaban atas 5 pertanyaan hidup yang dialaminya.

Pertanyaan pertama:
"Apakah orang-orang memang tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih saat akan dilahirkan? Mengapa Ray harus menghabiskan 16 tahun hidupnya di panti yang menyebalkan?"

Pertanyaan ke dua:
"Apa hidup ini adil? Kenapa orang-orang jahat selalu dimudahkan jalannya, kenapa orang-orang baik malah sebaliknya?"

Pertanyaan ke tiga:
"Kenapa langit tega sekali mengambil istrinya? Kenapa takdir menyakitkan itu (kehilangan istri dan dua anaknya) harus terjadi?"

Pertanyaan ke empat:
"Kenapa hidup Ray terasa kosong dan hampa? Setelah semua kemewahan dunia ia dapatkan?"

Pertanyaan ke lima:
" Kenapa Ray harus mengalami sakit berkepanjangan selama enam tahun?"

Ya, novel ini semuanya tentang jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Semuanya dirangkai dalam sebuah kisah hidup penuh makna seorang Ray. Ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari novel ini. Dari novel ini, saya belajar bahwa takdir sejatinya rahasia langit (Allah). Ada banyak potongan kehidupan yang terjadi, tanpa kita sadari, tanpa kita ketahui, dan kesemuanya merupakan rahasia langit. Ah,,, bukannya kita tidak sadar atau tidak tahu, hanya saja kita terlebih sering melihat hikmah/jawaban atas kejadian hidup hanya dari sesuatu yang kasat mata. Dan sesuatu yang tidak kasat mata, itulah yang menjadi rahasia langit. Bang Tere pun memberikan resep terbaik agar kita mampu melihat rahasia langit ini dengan cara yang terbaik pula, berbaiksangka. Yup, hanya dengan berbaiksangka kepada Allah, maka hati menjadi tenang dengan takdir yang digariskan atas hidup kita. Karena sejatinya, tidak ada yang sia-sia di dunia ini, tidak ada yang terjadi secara "asal-asalan".

Tidak lengkap hanya membaca artikel ini, sabahat "wajib" membaca novelnya. Membaca jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang bisa jadi selama ini kita turut pertanyakannya kepada Allah. Semoga bermanfaat. ^^

Inspirasi Satu Sandal


Sebuah inspirasi, yang mubazir bila tidak dibagi. Malam ini, seperti biasa, sambil menunggu kantuk tiba, ane santai mendengarkan Female Radio Bandung, 96.4 FM. Ada sebuah segmen/acara di Female Radio yang paling ane suka. Segmen cerita inspirasi yang dinarasikan oleh seorang wanita dengan suara khas, yang sekarang akan ane ceritakan ulang.

"Hari ini saya baru saja kehilangan kacamata di kantor. Tidak seberapa memang, tapi tetap saja hati saya gondok. Ahh,,, ke manakah kacamata saya itu!!!" ucap sang penyiar memulai cerita.

"Ya sudahlah, saatnya pulang. Lantas, saya pun bergegas dari kantor, dengan perasaan yang masih kesal menuju halte bis, beranjak pulang. Ketika saya sudah berada dalam bis, tiba-tiba seorang kakek tua berlari, mencoba menyusul bis yang saya tumpangi. Dan tak sengaja saya melihat sendalnya terjatuh satu, saat bergegas naik ke dalam bis. hmm,,,"

"Kasian, batin saya saat itu. Belum sempurna rasa prihatin saya, tiba-tiba sang kakek justru membuang satu sandal miliknya yang tersisa. Saya pun heran dibuatnya. Sudah jatuh satu, mengapa dua-duanya dibuang??? Benak saya dalam hati. Lalu, saya pun bertanya pada sang kakek."

"Kek, sendalnya kok dibuang? Kenapa? Bukannya tadi sudah kehilangan satu sandal, kenapa sekarang dibuang yang satunya lagi?"

Jawab sang kakek sambil tersenyum, "Nak, tidak ada manfaatnya jika kakek hanya menyimpan satu sandal. Sama tidak manfaatnya kalau sendal itu hanya ditemukan sebelah. Daripada sama-sama tidak manfaat, lebih baik kakek buang sandal yang satu lagi. Semoga dengan itu, ada orang yang nantinya menemukan, dan bisa lebih bermanfaat baginya."

"Skak mat. Betapa kita selalu tidak bersyukur atas kehilangan sesuatu yang tidak seberapa."

Hmm,,,

Semoga bermanfaat. ^^

Jumat, 11 Maret 2011

Leonard With No "O" (3)

Leonard With No “O”


Senja membungkus kota Metropolitan Daejeon. Awan keemasan menjadi siluet yang mempesona, berpendar saat mengenai kaca gedung-gedung bertingkat. Pemandangan yang tercipta, seperti sebuah film dengan setting jaman dulu. Sempurna! Leon berburu waktu sebelum Mummy dan Duddy lebih dulu sampai di rumah. Sesuai janjinya kepada Ajeossi Soon, dia akan berada di rumah paling tidak sebelum gelap tiba.

***

Malam itu, setelah menimbang-nimbang alasan apa yang paling masuk akal supaya Leon bisa ke SNU, mulai dari alasan sakit sampai alasan reuni sekolah TK, Leon memilih alasan -akan di rumah seharian- sebagai ‘senjatanya’.

“Kamu baik-baik saja Leon?” Tanya Mummy memecah keheningan yang beberapa saat menerpa ‘ritual’ sarapan mereka. Sedari tadi, Leon dan Duddy hanya diam, sibuk dengan piring masing-masing.

“Leon baik kok, Mum. It’s ok!” jawab Leon singkat.

“Ini, isi yang benar. Serahkan semuanya nanti malam.” Tiba-tiba Duddy melemparkan sebuah berkas ke arah Leon.

“Apa ini?” tanpa merasa perlu jawaban, Leon langsung membukanya. “What??? Formulir Korea University (KU)?” Wajah Leon langsung muram.

“Duddy tidak mau tahu, pokoknya nanti malam semua sudah diisi lengkap.” Lanjut Duddy sedikit mengancam.

“Baik Duddy. Leon paham.” Balas Leon dengan suara lemah.

“Duddy,,, Sudahlah. Kita bahas masalah itu nanti saja, ok.” Mummy mencoba menengahi, tersenyum lembut.

“Duddy sudah selesai. Ayo Mum, kita berangkat.” Duddy menyudahi sarapannya, beranjak pergi ke kantor.

“Kami pergi dulu ya sayang. Bye.” Mummy buru-buru menyusul Duddy.

“Tunggu Mum, mmm,,, nanti jangan pulang telat ya. Ada yang ingin Leon sampaikan.” Ucap Leon menahan langkah Mummy.

“Apa? Apa yang ingin Leon sampaikan?” Tanya Mummy dengan muka penuh selidik, penasaran.

“Sudah, pokoknya tunggu saja nanti malam.” Leon tersenyum penuh misteri.

Teeettt,,, Teeettt,,, Suara klakson berbunyi, Duddy sudah menunggu.

“Ya Duddy. Wait a minute! Sudah ya sayang, Mummy pergi. Bye!”

“Bye, Mum!” balas Leon. Kemudian, matanya kembali melihat-lihat berkas yang masih di tangannya. “What???” Leon terbelalak, tidak percaya dengan apa yang dibacanya. Bagaimana tidak, semua kolom formulir masih kosong kecuali kolom pilhan jurusan. Duddy telah mengisinya dengan jurusan “Political Science and Economics”.

“Oh, man!” Leon menghempaskan tubuhnya, tertunduk lesu. Sesaat senyumnya kembali mengembang, teringat akan rencananya untuk malam ini.

***

Sesampainya di rumah, Leon langsung menghampiri Ajeossi Soon. Saat melewati ruang makan, senyum Leon mengembang. “Perfect!” Ucap Leon melihat dekorasi ruang makan yang telah ditata sedemikian rupa. Semua makanan sudah siap beserta lilin dan pelengkap lainnya.

Inilah rencana Leon. Leon meminta Ajeossi Soon untuk memasak makanan favorit Mummy dan Duddy. Karena hari ini bertepatan dengan 20th Wedding Anniversary kedua orangtuanya. Leon berharap, selain memang untuk merayakan anniversary Mummy dan Duddy, dengan pesta kejutan ini, Duddy menjadi sedikit lebih lunak terhadap Leon. Syukur-syukur kalau Leon diizinkan masuk SNU sesuai jurusannya, atau minimal walau pun Leon harus masuk KU, Leon masih bisa memilih jurusan sesuai keinginannnya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Korea University. Walau berstatus swasta, UK termasuk satu dari 3 universitas terbaik di Korea Selatan. Bahkan, Presiden Korea Selatan yang sekarang adalah alumni dari KU. Tapi tetap saja, Leon lebih suka dengan SNU, karena menurutnya, jurusan Entertainment SNU lebih baik dari KU. Jika KU terkenal dengan menghasilkan para politikus dan olahragawan berkualitas, maka SNU terkenal dengan menghasilkan para seniman berbakat.

“Tuan Muda sudah pulang.” Suara lembut Ajeossi Soon membuyarkan lamunan Leon. Dirinya sudah berada di samping Leon sekarang.

“Oia, Ajeossi. Bagaimana? Semuanya sudah siap?” Tanya Leon.

“Sudah, Tuan. Tuan bisa lihat sendiri. Apakah kira-kira ada hal yang kurang?” Ajeossi Soon menunjuk hidangan di meja makan.

“Mmm,,, Cukup. Leon kira cukup. Terima kasih Ajoessi. Semuanya terlihat indah. Sangat indah. Semoga Mummy and Duddy suka.”

“Tentu saja Tuan Muda, Tuan dan Nyonya pasti kaget sekaligus senang dengan pesta kejutan ini.” Ucap Ajeossi meyakinkan.

“Sekali lagi terimakasih Ajeossi.” Leon tersenyum.

“Sama-sama Tuan Muda. Ini sudah menjadi kewajiban saya.” Balas Ajeossi Soon.

“Dan jangan lupa,” lanjut Leon “Katakan pada Mummy dan Duddy, kalau Leon yang mempersiapkan semua ini.”

“Saya paham Tuan Muda. Kalau sudah tidak ada lagi, saya permisi ke dapur.” Ajeossi Soon pamit, membungkuk lembut.

“Ya, silakan. Istirahatlah Ajeossi.” Leon tersenyum. Setelah benar-benar memastikan semuanya telah siap, Leon melangkah menuju kamarnya, mandi.

***

Sudah pukul tujuh malam, tapi Mummy dan Duddy belum juga pulang. “Mungkin masih ada meeting.” Ucap Leon, menghalau pikiran buruk yang sempat singgah di pikirannya.

Pukul delapan, Mummy dan Duddy belum juga menampakkan batang hidungnya –mungkin macet- pikir Leon kali ini.
Pukul sembilan, perut Leon sudah mulai ‘kruyuk-kruyuk’. Leon memang sengaja menunda makan malam, menunggu kedua orangtuanya pulang, supaya mereka bisa makan malam bersama. Tapi nyatanya, belum juga ada tanda-tanda Mummy dan Duddy pulang.

Pukul sepuluh. Lilin di meja makan sudah habis terbakar. “Sebaiknya Tuan Muda makan lebih dulu. Tidak usah menunggu Tuan dan Nyonya. Mungkin mereka memang ada agenda sampai larut.” Bujuk Ajeossi, iba melihat Leon yang kelihatan kelaparan. “Tidak Ajeossi, sebentar lagi mereka pasti pulang.” Ucap Leon begitu yakin.

Pukul sebelas. Leon sempurna tertidur di sofa ruang tengah, kelelahan sekaligus mungkin juga kelaparan. Ajeossi Soon yang kasihan melihat Tuan Mudanya tertidur, mengambil selimut dan menutupi tubuh Leon.

Pukul dua belas malam, terdengar suara pintu gerbang terbuka. Mummy dan Duddy akhirnya pulang. Ajeossi Soon membukakan pintu. “Selamat malam Tuan dan Nyonya.”

“Malam Ajeossi.” Ucap Mummy, langsung melangkah menuju kamar.

“Tunggu Tuan, Nyonya,,, mmm,,, Tuan, Nyonya, begini,,, sebenarnya,,,” Ajeossi Soon bingung harus memulai dari mana.

“Ada apa Ajeossi? Apakah Ajeossi sakit?” Tebak Mummy.

“Bukan Nyonya. Tapi, Tuan Muda,,,” Kalimat Ajeossi Soon terputus, langsung menunjuk Leon yang berbaring di sofa.

“Anak itu! Dasar, mengapa dia tidur di sana! Seperti tidak punya kamar saja!” Duddy yang sedari tadi hanya diam, akhirnya buka mulut.

Sebelum sempat Duddy membangunkan Leon yang sedang tidur, “Sebaiknya Tuan dan Nyonya ikuti saya ke ruang makan.” Pinta Ajeossi Soon. “Saya mohon.”

Dan betapa terkejutnya Mummy dan Duddy saat melihat meja makan yang penuh dengan hidangan. Di meja makan juga terdapat sebuah kue tart dengan tulisan “Happy Wedding Anniversary Mummy and Duddy”.

“Tuan Muda telah menyiapkan ini semua untuk Tuan dan Nyonya. Tuan Muda sudah menunggu sejak pukul tujuh tadi. Tapi sayang, Tuan Muda kelihatannya lelah dan akhirnya tertidur.” Jelas Ajeossi.

“Leonnn,,,” ucap Mummy lirih, merasa sangat bersalah. Teringat ucapan Leon tadi pagi, untuk memintanya tidak pulang terlambat. Sedangkan Duddy hanya menghela napas, mengusap wajahnya. Pesta kejutan Leon GAGAL TOTAL!

***

Pagi yang begitu cerah dengan sinar matahari lembut menerpa kulit. Secerah muka Leon yang begitu sumringah memasuki kampus Seoul National University. Akhirnya Leon diterima sebagai mahasiswa SNU. Dan hari ini adalah hari pertama Leon masuk kuliah. Mengendarai mobil Range Rover pemberian sang Duddy, Leon mantap memasuki Gwanak Campus. “I’m coming!!!”

Leon tidak pernah menyangka sebelumnya, pesta kejutan yang gagal total, justru menjadi alasan Duddy mengizinkannya menimba ilmu di SNU. Padahal, sebenarnya Leon hanya menyuruh Ajeossi mempersiapkan semuanya, tidak membantu sama sekali. Tapi, Duddy tetap merasa tersentuh, Ia tidak pernah berpikir anak laki-lakinya bisa membuat kejutan seperti ini untuknya dan Mummy. Ditambah rasa bersalah Mummy karena tidak menepati janji, Leon berhasil menginjakkan kakinya di Gwanak Campus. (ternyata malam itu, Mummy dan Duddy pulang terlambat bukan karena pekerjaan, tapi mereka mengadakan makan malam romantis berdua untuk merayakan Wedding Anniversary, tanpa tahu Leon menunggu mereka semalaman).

“Leonardo, who is Leonardo Han McLarren?” Tanya seorang dosen, tersenyum ramah. Matanya jeli mengitari seluruh isi kelas, mencari seseorang.

Tidak ada jawaban. Masing-masing mahasiswa menggeleng, menunjukkan ekspresi itu bukan namaku.

Ragu, Leon mengangkat tangannya.
“I’m sorry, Sir! Maybe, you mean Leonard Han McLarren?” Tanya Leon memastikan.

“Yes, Leonardo. As I said before. Are you Leonardo?”

“No, Sir. My name isn’t Leonardo. But, Leonard. Leonard with no “O”.” jelas Leonard.

“Oh,,, I’m sorry. Ok, Leonard. Leonard with no”O”, right? Haha,,, Well, I wanna ask you something, who is your favourite actress in Korea? And why do you like her?”

“Hmm,,, I like Kim Tae Hee. She has a good acting.” Ternyata Leon mengambil konsentrasi Sutradara Film untuk studinya.

“Just that?” Tanya sang Dosen, lagi.

“Yes, Sir!”

“Ok, that’s enough. Hmm,,, Lee Jung Min,,, Who is Lee Jung Min?” Sang Dosen melanjutkan pertanyaannya ke mahasiswa lain.

“Hey,,, Sstt,, Siapa nama dosen itu? Sepertinya bukan berasal dari Korea.” Penasaran, Leon bertanya pada teman di sampingnya, berbisik. Sepertinya sang Dosen lupa memperkenalkan diri. Ah,,, bukan kah seharusnya mahasiswanya sudah mencari tahu lebih dulu.

Sambil mencoba mengingat, teman Leon menjawab, “Namanya Tuan… Salman… Disturi… Kapoor… Ya, itu dia namanya. Salman Disturi Kapoor”

“Salman Disturi Kapoor???” Dahi Leon berkerut, seperti ingat akan sesuatu.

- = B E R S A M B U N G = -

Selasa, 08 Maret 2011

Leonard With No "O" (2)

Lasmi Disturi Kapoor


“Semangat!” Sambil mengepalkan kedua tangannya, Leon berusaha mengusir ragu yang masih tersisa. Hari ini, seorang diri Leon mendatangi Seoul National University (SNU) untuk mengikuti ujian masuk. Setelah persiapan berbulan-bulan, Leon mantap memilih universitas nomor satu di Korea Selatan itu sebagai tempat melanjutkan pendidikannya.

Selesai ujian, Leon memutuskan untuk berkeliling Gwanak Campus, kampus utama SNU yang terletak di bagian selatan kota Seoul. Kampus lainnya yang juga merupakan kampus tempat Mummynya menimba ilmu adalah Yeongeon Campus atau terkenal dengan sebutan Medical Campus, terletak di Daehangno, sebelah timur laut kota Seoul. Leon sendiri memilih masuk jurusan Entertainment, bertolak belakang dengan basic pendidikan sang Mummy dan Duddy. Itu juga yang menyebabkan Leon sempat berselisih pendapat dengan sang Duddy yang berharap anaknya bisa menjadi seorang politikus seperti dirinya.

***

“Duddy, come on! Leon gak berbakat menjadi politikus. Duddy tau sendiri, Leon paling jelek di mata pelajaran sosial. So, don’t force me please! Ok!” Kesal, Leon pergi menuju kamarnya, meninggalkan Duddy yang hanya bisa menghela nafas mendengar pilihan anaknya. Mummy sendiri memilih diam saat dua lelaki dalam hidupnya itu terlibat percakapan cukup panas.

“Entertaiment? Apa-apaan! Mau jadi apa dia? Mau jadi aktor yang bisanya hanya membohongi penonton dengan cerita-cerita konyol! Hah???” bentak Duddy setelah Leon benar-benar menghilang dari hadapannya, mengusap wajah.

“Be calm, Duddy! Biarkan Leon memilih jalan hidupnya. Leon sudah cukup dewasa untuk memutuskan yang terbaik bagi dirinya sendiri.” Bujuk sang istri menenangkan, “Lagi pula, apa yang salah dengan jurusan Entertainment? Mummy Tanya? Adakah yang salah?” Lanjut Mummy sambil mengusap-ngusap pundak sang suami di sampingnya, tersenyum.

“Ta… Tapi, mengapa harus Entertainment. Dia kan bisa mengambil jurusan …” Duddy mendelik, kalimatnya terputus.

“Sudahlah Duddy. Mummy tahu, Duddy hanya ingin yang terbaik untuk Leon. Tapi, yang terbaik menurut Duddy belum tentu yang terbaik menurut Leon. Jadi, Mummy mohon, biarkanlah Leon memilih Jurusan Entertainment. Ok, honey!”

“Kita lanjutkan besok.” Duddy masih belum mau mengalah.

“Ya sudah, kita lanjutkan besok. Tapi sekali lagi Mummy mohon, coba mengertilah keinginan anak kita.”

Mummy menghela nafas untuk ke sekian kalinya, “Saat seperti ini pasti terjadi. Semoga semuanya berakhir dengan baik.” Harap Mummy dalam hati, menyusul sang suami yang telah beranjak pergi ke dalam kamar.

***

Malam itu, setelah perdebatan sengit dengan sang Duddy, Leon tetap memutuskan untuk pergi mengikuti ujian masuk universitas di SNU. Paginya, setelah menyogok Ajeossi Soon, penjaga rumah keluarga Han untuk tutup mulut, Leon berhasil pergi tanpa sepengetahuan Duddy dan Mummy.

“Ajeossi, ayolah. Bantu Leon sekali lagi,,,” Leon merajuk.

“Tidak Tuan Muda. Saya tidak bisa. Maaf, tapi saya tidak mau membohongi Tuan dan Nyonya lagi. Saya sudah kapok.” Jawab Ajeossi Soon, teringat saat dirinya ‘membantu’ Leon untuk merayakan Valentine Day bersama teman-temannya di rumah, yang akhirnya diketahui Mummy.

“Ayolah Ajeossi. Kali ini benar-benar menyangkut masa depan Leon. Jika Ajeossi tidak bisa membantu, Leon bingung harus minta bantuan kepada siapa lagi. Leon harus ke SNU besok. Hoaaamm,,,” Leon menguap, jam sudah menunjukkan pukul satu pagi saat Leon meminta bantuan Ajeossi Soon.

“Baiklah-baiklah. Tapi saya harap ini yang terakhir. Tuan Muda, apa yang harus saya lakukan?” ucap Ajeossi Soon, akhirnya luluh juga.

Leon langsung tersenyum lebar, mendekatkan mulutnya di telinga Ajeossi Soon.

“Hanya itu? Tidak ada yang lain Tuan Muda?” Tanya Ahjussi Soon, setelah Leon selesai membisikkan sesuatu di telinganya.

“Ya, itu saja. Mudah, bukan?”

“Baiklah Tuan Muda. Akan saya lakukan.”

“Bagus. Terima kasih Ajeossi. Kalau begitu, Leon kembali ke kamar. Sekali lagi terima kasih.” Leon berlalu menuju kamarnya.

“Baik Tuan Muda. Istirahatlah kembali.” Ucap Ajeossi, sambil membungkuk ke arah Leon, tersenyum lembut. “Dasar anak muda, ada saja akalnya. Haha,,, “ benak Ahjussi sambil mengusap jenggot tipisnya, mungkin teringat masa mudanya dulu yang juga sering membantah orangtua.

***

Puas mengelilingi Gwanak Campus, Leon yang kelelahan tapi tetap tersenyum bahagia, memutuskan duduk sejenak di bangku taman sebelum benar-benar meninggalkan kampus. Matanya sibuk mengamati aktivitas di hadapannya.
Sepertinya, sedang ada syuting yang dilakukan mahasiswa-mahasiswa SNU. “Mungkin jurusan film.” Ucap Leon pada dirinya sendiri.

Matanya beralih ke deretan bangku taman, yang juga sedang didudukinya. Bangku taman yang tertata rapi dengan dua bangku saling membelakangi di setiap jarak 5 meter. Unik, karena di satu sisi, kita bisa melihat taman yang indah dengan beragam jenis bunga-bungaan, sedangkan dari sisi yang lainnya, kita bisa menikmati danau buatan kampus yang menentramkan.

“Auww,,,” Leon meringis kesakitan, kepalanya seperti membentur sesuatu. Leon berdiri, menengok ke belakang. “Siapa sih?”

“Auww,,, I’m sorry. I don’t deliberate! I so sorry!” ucap seorang wanita muda dengan bahasa Inggris yang fasih, sambil memang kepalanya yang juga sakit. Mencoba tersenyum.

“It’s ok! Never mind.” Leon tidak jadi marah-marah ketika melihat wanita itu juga meringis kesakitan. Rupanya, kepala mereka saling berbenturan saat wanita itu hendak duduk di kursi belakang Leon. “Are you a student here?” Leon memberanikan diri bertanya. Berpikir siapa tahu wanita ini bisa membantunya kelak saat dirinya benar-benar di terima di SNU.

“Hmm,,, Not yet.” Jawab si wanita singkat.

“Ohh…”

“Sorry, I have to go now. Bye!” Tanpa sempat Leon bertanya lebih lanjut, wanita itu buru-buru pergi.

Tanpa sadar, Leon memandangi wanita itu sampai hilang dari pandangannya. Baru tersadar saat melihat sehelai kertas yang jatuh di dekatnya. “Sepertinya ini milik wanita tadi. Sebuah formulir?” Jidatnya berkerut, mulai berpikir. “Jadi, dia juga calon mahasiswa di sini. Pantas tadi dia bilang ‘not yet’. Hmm,,,”

Sedikit terbata, Leon membaca nama yang tertera di formulir itu, sebuah nama yang asing di telinganya, “Las…mi Distu…ri Ka…poor! Nama yang cantik.”

Lasmi Disturi Kapoor, wanita India yang akan mengubah hidup Leonard Han McLarren kelak.

- = B E R S A M B U N G= -

Senin, 07 Maret 2011

Leonard With No "O"

Tulisan Aneh


Sesiang ini, Leon masih terbaring di sofa dengan gaya tidur yang super aneh. Kaki di atas sofa dan kepala menjuntai ke bawah. Masih tercium bau alkohol dari mulutnya yang mungil, sisa pesta tadi malam. Pesta perayaan Valentine ala pemuda-pemudi Kota Seoul, Korea Selatan. Semalam, memang puncaknya perayaan Valentine di ibu kota Negeri Gingseng tersebut, tak terkecuali Leon.

Dengan kondisi setengah tidak sadar, tubuhnya menggeliat, melirik arloji di tangan kirinya. Samar-samar matanya menangkap arah jarum jam. Dan bagai tersengat listrik ribuan watt, matanya terbelalak, kesadarannya seketika pulih 100%.
“Oh my God! Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? 30 menit lagi. 30 menit lagi. 30 menit lagi!” Kisruh, Leon langsung bangun seraya memegang kepalanya yang masih pusing dan sadar akan keadaan di sekitarnya. Botol miras, kulit kacang, puntung rokok, dan bungkus snack-snack makanan berserakan di mana-mana. Ruang tengah yang menjadi “ruang utama” pesta semalam, kini terlihat seperti lautan sampah. Super berantakan.

Leon buru-buru lari menuju dapur, berpikir cepat, dan “AAUUWWW,,,” lutut kakinya tak sengaja “mencium” ujung meja. Sambil meringis kesakitan, Leon melanjutkan langkahnya, segera mengambil sapu dan kawan-kawannya. Sekembalinya Leon dari dapur dan kembali ke ruang tengah, kesadarannya meningkat dua kali lipat dari sebelumnya.

“Ahhh,,, bagaimana aku membersihkan semuanya ini sendirian? Bagaimana aku harus memulainya? Ya Tuhan,,,” gerutunya dalam hati, sambil melihat seberapa besar kekacauan yang telah dibuatnya semalam. “Baiklah, baiklah. Aku akan melakukannya. Hufth!” ucap Leon pada dirinya sendiri, meniup poni, dan mulai bekerja.

30 menit berlalu. Semuanya telah rapi seperti sedia kala. BERSIH. “Akhirnya…” ucap Leon setengah membatin, perlahan menjatuhkan pantatnya ke atas sofa tempat ia tertidur tadi, lega. Tak berapa lama, Kring,,, kring,,, kring,,, Telpon rumah berdering. Tangan Leon sigap menyambar gagang telpon di sampingnya.

“Halo.“ ucap Leon membuka percakapan.

“Halo Leon.” Balas wanita di seberang telpon.

“Ya Mum, ada apa?” Ternyata yang menelpon adalah Mama Leon. “Mum” atau “Mummy” adalah panggilan Leon untuk Mamanya. Sedangkan untuk Papanya, Leon memanggil “Duddy”.

“Begini Leon, ternyata Mummy and Duddy tidak jadi pulang hari ini. Jadwal pesawat ditunda karena cuaca buruk. Kamu tahu sendiri kan di London sedang ada badai salju sekarang. Jadi, tolong jaga rumah ya.” Jelas Mummy dengan suara sedikit dikeraskan, menyeimbangi suara latar di bandara yang sedang ricuh karena penumpukan penumpang.

“Oh gitu Mum. Yahh,,, “ ucap Leon dengan nada kecewa. Bukan, bukan karena orangtuanya batal pulang hari ini Leon jadi kecewa, tapi karena sudah capek-capek dia membersihkan rumah, orangtuanya tidak jadi datang. “Tahu begitu, mending tadi aku lanjut tidur aja.” Gumamnya dalam hati.

“Maaf ya Leon. Mummy juga inginnya pulang hari ini. Tapi gimana lagi.” Tentu saja Mummy tidak tahu kejadian yang sebenarnya. Mummy dan Duddy hanya tahu, Leon, anaknya yang baru berumur 19 tahun, pasti sedang sibuk belajar untuk persiapan memasuki universitas.

“Iya Mum, Gak papa. Salam buat Duddy.”

“Ok sayang. Udah dulu ya. Bye sayang.” Ucap Mummy mengakhiri telponnya.

“Bye, Mum.”

Tutt,,, tutt,,, tutt,,,

Telpon terputus.

***

Leonard Han Mclarren alias Leon, anak tunggal dari pasangan kaya raya Mr. Young Jung Han yang berasal dari Korea Selatan dan Mrs. Christina McLarren yang berasal dari Inggris. Mata sipit namun beralis tebal, dan berkulit putih cemerlang, cukup menandakan bahwa ia merupakan hasil dari perkawinan campuran. Meski gen sang Duddy jelas lebih mendominasi di sana.

Duddy Leon, Mr.Han adalah seorang politisi salah satu partai di Korsel. Sedangkan Mummy adalah seorang Konsultan Kesehatan sekaligus Direktur Utama Majalah Kesehatan terkemuka Inggris, Body Health. Keduanya bertemu dalam salah satu kongres United Nations (PBB), Eradication of Narcotic Drugs for the World Community (Pemberantasan Narkotika bagi Masyarakat Dunia). Untuk bagian ini, nanti ada babnya tersendiri. ^_^

Kecintaan kedua orangtua Leon terhadap kebudayaan Korea, membuat mereka memilih berdomisili di Korea setelah menikah. Maka, Leon pun tumbuh di tengah masyarakat Korea dengan segala budaya. Termasuk perayaan Valentine yang baru saja dilakukan Leon semalam.

Mummy dan Duddy tentu saja tidak masalah kalau Leon merayakan Valentine Day. Hal itu lumrah dilakukan pemuda-pemudi Korea. Namun, tentu saja tidak dengan merayakannya di rumah. Membuat rumah dan seisinya bagai kapal pecah. Plus, walau mereka adalah keluarga dengan budaya bebas, alkohol atau arak sama sekali tidak diperbolehkan dalam keluarga mereka. “Alkohol akan membuatmu hilang akal, Leon!” Begitu Mummy selalu menjawab saat Leon bertanya mengapa dia tidak diperbolehkan mencobanya. Leon selalu berpikir mungkin karena Mummy seorang konsultan kesehatan, jadi wajar jika Mummy melarangnya.

Namun, hasratnya sebagai seorang pemuda tak tertahan lagi saat peluang itu hadir. Tepat di hari Valentine, Mummy dan Duddy tiba-tiba harus pergi ke London, menjenguk Nenek Leon, Ibu dari Mrs. Han yang sedang sakit. Dengan alasan harus serius belajar untuk persiapan memasuki Universitas, Leon meminta tidak ikut pergi. Berhasil. Mummy dan Duddy mengizinkan.

Saat orangtuanya berpikir Leon sedang asik belajar, saat itu pula Leon justru sedang asik berpesta ria, merayakan Valentine Day. Tentu saja ini kesempatan bagi Leon untuk menikmati ‘nikmatnya’ minuman alkohol, tanpa ada yang melarang. Maka, pesta pun dimulai.

Leon sudah memprediksikan sebelumnya, bahwa pesta akan berakhir esok paginya. Sehingga Leon bisa mempersiapkan kedatangan Mummy dan Duddy dari London tepat siang harinya. Ya, pesta memang berakhir, teman-teman Leon pulang saat subuh menjelang. Bahkan, Leon tak sadar kapan tepatnya ‘tamu’ terakhir pulang. Pengaruh alkohol membuat Leon ‘tak sadarkan diri’ hingga menjelang siang. Sampai akhirnya Leon terbangun dan sadar kalau orangtuanya sebentar lagi akan tiba di rumah.  Panik, Leon buru-buru membersihkan sisa pesta. Namun ternyata orangtuanya tidak jadi pulang. Kali ini, Leon selamat.

***

Leon bingung harus melakukan apa untuk menghabisi sisa harinya. Tidur? Ah,,, minatnya untuk tidur sudah hilang sejak mulai bersih-bersih tadi. Akhirnya, Leon memutuskan untuk mandi, menyegarkan sedikit raganya. Siapa tahu, sehabis mandi badannya menjadi segar dan bergairah untuk melakukan aktivitas ke luar. Berjalan menuju kamarnya di lantai atas, langkahnya tertahan, matanya sempurna tertuju ke suatu benda di rak bawah tangga.

“Apa ini? Sebuah simbol? Tulisan kah?” tanyanya pada diri sendiri sambil memegang benda yang dimaksud, “Benar-benar aneh. Aku belum pernah melihat benda ini sebelumnya.”

Merasa tertarik dengan benda tersebut, Leon pun membawanya ke dalam kamar. “Kira-kira, ini apa ya? Tulisan di dalamnya benar-benar aneh, tapi sangat unik dan menarik.” Ucap Leon sambil tersenyum.

- = B E R S A M B U N G= -